Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Facebook Gangguan Serius, IHSG-Rupiah Tertahan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-5'>ADE MULYANA</a>
OLEH: ADE MULYANA
  • Kamis, 31 Oktober 2024, 18:33 WIB
Facebook Gangguan Serius, IHSG-Rupiah Tertahan
lustrasi (Foto: cnet.com)
SIKAP pesimis pelaku pasar akhirnya kian tumbuh pada sesi perdagangan pertengahan pekan ini di Wall Street. Seluruh Indeks Wall Street kompak menjejak zona merah, meski cenderung di rentang terbatas. Di tengah serangkaian sentimen yang hadir, investor terlihat semakin kukuh menderaskan tekanan jual.

Rilis pertumbuhan PDB AS kuartal ketiga yang diklaim sebesar 2,8 persen atau di bawah ekspektasi pasar di kisaran 3,1 persen memantik aksi jual oleh pelaku pasar. Rilis data tersebut kian mengukuhkan kekhawatiran bahwa langkah penurunan suku bunga lanjutan oleh The Fed semakin terbatas.

Indeks Wall Street akhirnya rebah di zona merah dan pesimisme semakin menjadi di sesi after hours, akibat rilis kinerja kuartalan raksasa teknologi, Meta atau Facebook yang dinilai kurang mengesankan.

Laporan lebih rinci dari kinerja kuartalan Facebook sesungguhnya masih terbilang vagus, dengan penerimaan per saham mencapai $6,3 dibanding ekspektasi pasar yang sebesar $5,25, dan pendapatan sebesar $40,59 miliar dibanding ekspektasi pasar yang sebesar$40,29 miliar.

Namun investor melihat data kurang bersahabat dari pertumbuhan pengguna aktif Facebook yang dilaporkan tumbuh 5 persen menjadi 3,29 miliar dibanding ekspektasi yang sebesar 3,31 milyar. Harga Saham Facebook akhirnya rontok hingga lebih dari 3 persen usai rilis data tersebut.

Indeks Wall Street yang telah menutup sesi di zona merah akhirnya semakin merah di sesi after hours, dan kemudian dengan mudah menjadi bekal suram bagi sesi perdagangan di Asia hari keempat pekan ini, Kamis 31 Oktober 2024. Rilis kinerja kuartalan Facebook benar-benar telah menjadi gangguan serius bagi sesi perdagangan di Asia kali ini.

Bahkan di tengah suntikan sentimen positif dari China menyangkut data indeks PMI manufaktur Oktober yang secara mengejutkan memperlihatkan terjadinya pertumbuhan dengan berada di kisaran 50,1, tekanan jual masih menderas di Asia.

Gerak Indeks di zona merah terlihat seragam hingga sesi perdagangan ditutup. Indeks Nikkei (Jepang) merosot 0,5 persen setelah berakhir di 39.081,25, indeks ASX200 (Australia) turun 0,25 persen di 8.160 dan indeks KOSPI (Korea Selatan) terpangkas tajam 1,45 persen di 2.556,15.

Kabar baiknya, bursa saham Indonesia justru terlihat berupaya melawan gelombang pesimisme yang sedang hinggap di bursa global. Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat konsisten menapak zona penguatan moderat di sepanjang sesi perdagangan hari ini. IHSG kemudian menutup sesi dengan naik tipis  0,06 persen di 7.574,01.

Kemampuan IHSG untuk bertahan di zona penguatan moderat terkesan lebih dilatari potensi teknikal usai mengalami serangkaian pelemahan signifikan dalam lebih dari sepekan terakhir. Faktor lain yang membuat investor di Jakarta bertahan dari gelombang pesimisme adalah ekspektasi rilis data domestik menyangkut inflasi bulanan dan indeks PMI manufaktur yang diagendakan pada sesi akhir pekan besok.

Pantauan rinci menunjukkan, gerak positif IHSG yang kali ini tak cukup meyakinkan hingga tercermin dalam kinerja saham unggulan. Sejumlah saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan berhasil mencetak kenaikan, seperti: BBRI, BBNI, UNTR, INDF, PGAS, SMGR, ISAT, serta PTBA. Sentara sejumlah saham unggulan lain berakhir merah seperti: BBCA, BMRI, ASII, TLKM, ADRO, serta ITMG.

Rupiah Tunggu Data Inflasi

Situasi berbeda terjadi di pasar uang, dengan nilai tukar Rupiah terlihat kesulitan untuk melanjutkan gerak positif. Rupiah yang pada sesi perdagangan kemarin mampu beralih menguat harus kembali terseret di zona merah akibat serangkaian sentimen dari pasar global.

Laporan menyebutkan, kinerja mata uang utama dunia yang kembali terseok di sesi perdagangan Rabu malam waktu Indonesia Barat. Dan pelemahan tersebut masih bertahan hingga sesi perdagangan sore ini di Asia.

Sentimen rilis data pertumbuhan PDB AS yang di bawah ekspektasi pelaku pasar justru gagal mengangkat nilai tukar mata uang utama dunia. Pelaku pasar menilai, rilis data tersebut semakin menyulitkan The Fed melakukan penurunan suku bunga lanjutan dengan agresif sebagaimana diharapkan.

Namun tekanan jual yang mendera mata uang Asia terlihat semakin reda. Hal Ini terlihat dari gerak mata uang Asia yang bervariasi dan cenderung berada di rentang sempit. Peso Filipina dan Dolar Singapura terlihat berupaya bertahan menjejak zona penguatan tipis, sedangkan seluruh mata uang Asia lainnya termasuk Rupiah masih terjebak di zona pelemahan moderat.

Hingga ulasan ini disunting, Rupiah terpantau bertengger di kisaran Rp15.690 per Dolar AS atau flat alias melemah sangat tipis 0,01 persen, setelah sempat menjejak zona penguatan moderat di awal sesi pagi. Investor terlihat menahan diri dari tekanan jual demi mengantisipasi sentimen domestik dari rilis data inflasi bulanan dan indeks PMI manufaktur yang diagendakan pada sesi akhir pekan besok.

Sesi perdagangan penutupan pekan, Jumat besok, oleh karenanya akan menjadi pertaruhan penting bagi Rupiah yang telah mengalami serangkaian tekanan jual serius dalam hampir satu bulan terakhir sebagaimana terlihat pada chart berikut: