Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ojo Nesu, Ojo Kesusu

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-5'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
OLEH: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Senin, 04 September 2023, 16:40 WIB
<i>Ojo Nesu, Ojo Kesusu</i>
Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar/Net
POLITIK selalu dinamis. Sekarang kawan, besok mungkin saja menjadi lawan. Begitu juga sebaliknya. Termasuk dalam penentuan pasangan capres. Jangankan satu bulan lebih jelang pendaftaran, yang satu jam menuju gerbang KPU saja ada yang pernah gagal.

Sehingga menjadi lumrah ketika Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) batal dijadikan pendamping Anies Baswedan. Apalagi “deal” yang dilakukan sebatas memo di kertas selembar tanpa ada materai dan tidak formal.

Hanya saja penyikapan dari Partai Demokrat terbilang berlebihan. Penyobekan banner, pernyataan para elite, hingga sikap Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyiratkan adanya kemarahan yang berlebih. Padahal, kehadiran Muhaimin Iskandar dan PKB dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) masih bisa dibicarakan dengan baik-baik, sebagaimana apa yang diurai oleh Sudirman Said, selaku anggota Tim 8 KPP dan juga jurubicara Anies Baswedan.

Padahal jika ditilik lebih jauh, tidak ada yang dilanggar Anies dalam Piagam Koalisi. Diurai dalam piagam itu, Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS sepakat mengusung Anies Baswedan sebagai capres. Anies sebagai capres diberikan mandat untuk menentukan cawapres dengan kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya, Anies sebagai capres diberi keleluasaan untuk memperluas dukungan politik.

Artinya, kehadiran Cak Imin dan PKB seharusnya menjadi bukti bahwa Anies telah menjalankan Piagam Koalisi. Yaitu, menentukan capres dan dan memperluas dukungan politik.

Andai Ora Nesu, Ora Kesusu

Seandainya Partai Demokrat tidak nesu atau kesal dan tidak buru-buru dalam bersikap, maka AHY cs bisa saja diuntungkan dengan kehadiran Cak Imin dan PKB. Taruhlah mereka gagal mendapat kursi cawapres, toh Demokrat masih punya bargain tinggi untuk mendapatkan jumlah kursi dominan dalam kabinet.

Setidaknya, AHY bisa menempati posisi menteri strategis untuk bekal menuju 2029. Dengan menjadi menteri, AHY akan dipandang publik memiliki kompetensi teruji dalam memimpin sebuah kementerian. Alhasil, AHY akan dipandang sebagai calon terkuat yang harus tampil di tahun 2029.

Sementara KPP, tentu akan mempunyai peluang lebih besar untuk menang. PKB dan Partai Demokrat bisa membuat Jawa Timur menjadi lumbung suara Anies. Lumbung yang bisa menyeimbangi kekuatan PDIP di Jawa Tengah. Sementara Indonesia timur, Partai Demokrat dan Partai Nasdem bisa saling memperkuat. Di barat ada PKS yang terkenal solid di sejumlah provinsi.

Namun nasi telah menjadi bubur. Partai Demokrat telah menyatakan resmi keluar dari KPP, sedang Anies-Cak Imin berlanjut bersama Partai Nasdem, PKB, dan PKS. Pelabuhan mana yang akan disandari oleh Partai Demokrat juga masih misteri. Paling rasional bergabung dengan barisan Prabowo.

Ketua Umum Partai Gerindra itu boleh jadi menerima Demokrat karena bisa menambah kekuatan, tapi bagaimana dengan jajaran partai koalisinya. Jika benar ini koalisi bentukan “Pak Lurah”, maka Demokrat yang berada di posisi oposisi dan menyuarakan perubahan akan sulit diterima. Sementara untuk bergabung dengan Ganjar Pranowo, Demokrat akan terbentur rivalitas klasik antara Megawati Soekarnoputri dan SBY.

Bagaimana dengan membentuk koalisi sendiri? Nyaris mustahil. Karena semua partai sudah punya sandaran masing-masing. Peluang terbesar adalah PPP dan PKS, tapi kedua partai sudah ikrar setia pada calon masing-masing yang diusung.

Keberanian Cak Imin


Aksi Cak Imin mengubah haluan dukungan patut diapresiasi. Cak Imin sudah sejak lama menyuarakan keinginan dirinya menjadi cawapres. Prabowo sempat membuka asa itu. Tapi kehadiran Partai Golkar dan PAN seperti menjadi ancaman bagi Cak Imin dalam mewujudkan cita-citanya. Apalagi, ada kabar juga bahwa anak “Pak Lurah” sedang disiapkan menjadi cawapres pendamping Prabowo. Selain itu, nama lain yang menguat adalah Erick Thohir.

Artinya, jika bertahan berarti Cak Imin harus memulai dari ulang perjuangannya. Yang tadinya sudah bisa jalan untuk duet Prabowo-Cak Imin, harus terancam gagal. Tanda-tanda ketidaknyamanan Cak Imin terlihat saat deklarasi dukungan Golkar dan PAN. PKB hampir saja tidak hadir. Begitu juga saat acara di HUT ke-25 PAN, Cak Imin yang terlambat sudah menunjukkan tanda-tanda terancam.

Sementara pertemuannya dengan Ganjar tampak belum membuahkan hasil seperti yang diinginkan. Demi memuaskan para kader PKB dan cita-cita partai mengusung calon sendiri, Cak Imin akhirnya memberanikan diri untuk bergabung dengan Nasdem dan PKS. Duet dengan Anies adalah hal yang pernah dianggapnya “berbahaya”, tepatnya saat dia mendapat saran dari Al Mukarom Romo Kiai Kholil Asad di Situbondo pada tahun 2021.  

Cak Imin juga seolah berani melawan “arahan Pak Lurah”. Di mana partai-partai koalisi pemerintah sedang ramai bergabung ke Prabowo, dia justru keluar. PKB memilih untuk mendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, duet yang kemudian disingkat dengan akronim “Amin”. Serupa dengan nama Wakil Presiden RI, Kiai Maruf Amin. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA