Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kekhawatiran AS terhadap Hubungan China dan Kuba

OLEH: SYARIFAH NURHANIFA AZZAHRA*

Sabtu, 08 Juli 2023, 09:59 WIB
Kekhawatiran AS terhadap Hubungan China dan Kuba
Ilustrasi China dan Kuba/Net
AMERIKA Serikat dan China memiliki hubungan yang kompleks sejak lama. Ketegangan antara keduanya dimulai sejak tahun 1949 ketika RRC didirikan oleh ketua komunis Mao Zedong dan mengalahkan Partai Nasionalis yang dipimpin oleh Chiang Kai-shek.

Ketegangan kedua negara tersebut berlanjut pada peristiwa lainnya seperti Perang Korea, Krisis Selat Taiwan, Pemberontakan Tibet, Konflik Perbatasan Sino-Soviet dan akhirnya sedikit mereda ketika China melangsungkan diplomasi pingpong terhadap Amerika Serikat yang juga berujung pada status China sebagai negara di PBB.

Hingga kini, ketidakstabilan hubungan kedua negara tersebut masih terus berlanjut dalam berbagai hal.
 
Kuba merupakan negara pulau yang berbentuk republik terletak di selatan Florida, AS. Meskipun secara geografi berdekatan, namun negara ini memiliki hubungan bilateral yang tidak baik dengan AS karena sebelumnya memiliki hubungan yang erat dengan Uni Soviet dan menjadi tempat misil nuklir Soviet.

Kolonisasi AS terhadap Kuba semakin nyata sejak runtuhnya Uni Soviet. Hubungan kedua negara ini sempat membaik pada masa pemerintahan Barack Obama, namun tidak bertahan lama pada pemerintahan setelahnya.
 
Pada Juni 2023, AS mengumumkan kepada media akan keberadaan fasilitas mata-mata China di Kuba sebagaimana telah dicurigai sejak tahun 2019. Akan tetapi dibantah oleh Menteri Luar Negeri Kuba akan tuduhan yang dianggap tidak berdasar.

Melihat latar belakang hubungan AS dengan China maupun dengan Kuba yang tidak selalu harmonis, namun bukan berarti menjadi suatu halangan bagi hubungan diplomatik China dan Kuba itu sendiri.

Lalu apa sebenarnya yang menjadi fokus Amerika Serikat terhadap hubungan China dengan Kuba? Bagaimana sudut pandang ilmu hubungan internasional terhadap hubungan China dengan Kuba?
 
Persaingan Ekonomi China dan Amerika Serikat

Berdasarkan sejarah, AS dan China kerap terlibat sebagai pihak yang berlawanan. Ketegangan antara keduanya sudah dimulai pada tahun 1949 ketika RRC didirikan oleh ketua komunis Mao Zedong, pada saat itu Partai Komunis mengalahkan Partai Nasionalis yang dipimpin oleh Chiang Kai-shek.

Pemimpin Partai Nasionalis beserta pasukannya melarikan diri ke Taipei dan membentuk negara sendiri yaitu Taiwan. AS berpihak kepada para nasionalis untuk melakukan pemisahan diri dari China dan dalam melawan invasi Jepang selama perang dunia II.

Kemudian ketegangan kedua negara ini juga berlanjut pada peristiwa sejarah lainya seperti Perang Korea, Krisis Selat Taiwan, Pemberontakan Tibet, Konflik Perbatasan Sino-Soviet dan lain-lain.
 
Namun pada april 1971 di tengah panasnya hubungan China dan AS, China mengundang tim pimpong Amerika Serikat untuk datang ke China beserta para jurnalis. Peristiwa ini merupakan kali pertama orang AS diizinkan memasuki China.

Tidak lama setelah peristiwa tersebut, PBB memutuskan untuk mengakui China sebagai negara. Setelah diplomasi pimpong terjadi hubungan keduanya pasang surut mengikuti arus dari pemimpin negara masing-masing serta kepentingan AS yang masih sangat memihak Taiwan sebagai sebuah negara, sedangkan pengakuan One China policy untuk dataran China sangat besar dikumandangkan.

Reformasi ekonomi China dimulai ketika Wakil Perdana Menteri China memimpin, yaitu Deng Xiaoping.
 
Kemudian keduanya, AS dan China melakukan normalisasi hubungan perdagangan pada tahun 2000 dengan ditandai dengan UU Hubungan China dan AS yang ditandatangani oleh Presiden Clinton.

Perkembangan ekonomi China setelah itu menjadi sangat pesat, menjadi mitra dagang dan pemangku ekonomi kedua terbesar setelah AS. China juga melakukan peningkatan senjata di bidang militer di samping giat mengembangkan ekonominya, sehingga AS merasa terancam dan tersaingi.
 
Pada kepemimpinan Donald Trump, diberlakukan tarif tinggi untuk barang impor dari China sebagai bentuk balasan marah atas kejadian penangkapan warga China dengan tuduhan pencurian teknologi dan intelektual AS.

Amerika juga melayangkan tuduhan-tuduhan lainnya atas China sebagai pengambil keuntungan dari aturan perdagangan bebas, sehingga merugikan banyak perusahaan AS yang beroperasi di China.

Ketegangan ini berlangsung hingga sekarang yang berimbas pada hubungan ekonomi dan keamanan. Perbedaan ideologi serta sistem pemerintahan juga memperkeruh hubungan keduanya.
 
Intervensi Amerika terhadap Kuba

Kuba adalah negara yang letak geografisnya dekat dengan Amerika. Pada saat perang dunia II, Kuba menjadi wilayah kekuasaan Uni Soviet yang pada saat itu adalah rival AS.

Pada tahun 1959, Fidel Castro naik jabatan sebagai pemimpin negara Kuba yang menganut paham sosialis revolusioner. Dia menggantikan pemimpin sebelumnya Batista yang anti komunis dan pro terhadap Amerika.

Castro menggulingkan kepemimpinan Batista yang diktator dan mulai mendekatkan diri kembali ke Uni Soviet. Ketegangan AS dan Kuba dimulai kembali, Castro melakukan banyak perubahan pada kebijakan AS di Kuba, termasuk pajak atas impor dan membuat perjanjian dagang dengan Uni Soviet.
 
AS membalas perbuatan Kuba dengan membatasi kuota impor gula, meniadakan aset Kuba yang berada di AS, lalu melakukan embargo ekonomi perdagangan dan memutus hubungan diplomasi.

AS merasa terancam dengan hubungan kerja sama kembali Kuba dan Uni Soviet. Melalui satelit, AS melakukan mata-mata, lalu pada Oktober 1962 diumumkan bahwa Kuba mengizinkan Uni Soviet untuk membangun pangkalan rudal militer yang diarahkan ke wilayah AS.

Hubungan keduanya semakin memanas, tetapi AS melakukan negosiasi dan juga ancaman balik terhadap Kuba, sehingga Uni Soviet bersedia untuk menarik kembali rudalnya.
 
Kuba dengan krisis ekonomi yang meningkat akibat lonjakan harga minyak, embargo ekonomi AS, serta banyaknya warga negara yang melakukan migrasi keluar negeri, termasuk ke AS. Keduanya kemudian menyetujui perjanjian imigrasi dengan jumlah terbatas.

Kemudian saat kepemimpinan Presiden Obama dan pensiunnya Fidel Castro, matahari perdamaian mulai terlihat. Presiden Obama melonggarkan pembatasan perjalanan dan pengiriman uang antara AS dan Kuba yang sebelumnya sulit untuk dilakukan, meskipun embargo ekonomi tetap masih berjalan.

Tidak lama setelah itu, Raul Castro dan Obama berhasil melakukan perdamaian kembali antara keduanya dan mulai menyambung hubungan diplomasi serta penghapusan embargo ekonomi.
 
Perdamaian ini tidak berlangsung lama karena pergantian Presiden Obama ke Donald Trump yang sangat berbeda dalam kebijakannya. Trump mulai membatasi mobilisasi antara AS dan Kuba meskipun tidak memutuskan hubungan diplomatik.

Hal ini menyebabkan hubungan keduanya kembali merenggang dan berlanjut pada pembatasan staf kedutaan Kuba di AS, lalu penarikan Staf AS di Kuba dan lain-lain.
 
Hubungan Bilateral China dan Kuba

China dan Kuba sendiri memiliki hubungan yang terjalin erat sejak pertengahan abad ke-19, salah satunya ditunjukkan dengan adanya perekrutan masyarakat China untuk bekerja pada pabrik Gula di Kuba.

Pada saat kemenangan Fidel Castro, China turut mengakui Kuba sebagai sebuah negara di tahun 1960. Latar belakang sebagai negara yang revolusioner serta berpaham anti-imperialisme membuat kerja sama keduanya semakin erat.

Tetapi China pada saat itu belum melakukan banyak bantuan ekonomi terhadap Kuba, juga didukung oleh perpecahan Sino-Soviet yang semakin memperburuk keadaan.
 
Pada tahun 1992, krisis ekonomi yang berlarut-larut terjadi di Kuba setelah embargo ekonomi AS. Ribuan masyarakat Kuba melakukan imigrasi ke negara lain akibat kenaikan harga minyak serta kekurangan bahan pokok.

Di waktu yang sama, China sedang dalam pengembangan ekonomi yang bagus dan aktif dalam bisnis global. Kuba dalam kondisi yang terendah kembali mendekati China untuk kerja sama mitra perdagangan dan investor.

Hubungan keduanya semakin dekat ditandai dengan kunjungan pemimpin antar negara. Akibat hubungan ini, China menjadi investor terbesar dari Asia di Kuba dan pulau Karibia.

Kemudian kerja sama ini bertambah luas pada sektor telekomunikasi, pertambangan dan energi. China juga mendapatkan timbal balik berupa pasar konsumen.
 
Kerja sama ini mengalami pasang surut saat krisis ekonomi Kuba yang memburuk pada tahun 2014, kemudian China melonggarkan hubungannya. Tetapi setelah berakhirnya masa kepemimpinan Fidel Castro yang digantikan oleh Raul Castro, Kuba mengalami revolusi ekonomi.

Kuba membutuhkan banyak pengembangan infrastruktur khususnya transportasi dan telekomunikasi. Meskipun api ketegangan dengan AS perlahan mengecil pada saat kepemimpinan Obama, namun ekonomi Kuba kembali krisis ketika Trump membatasi hubungan yang berakibat Kuba harus melakukan revolusi ekonomi.
 
Pergantian kepemimpinan membuat Kuba mempelajari bagaimana China sebagai negara yang sebelumnya mengalami reformasi ekonomi pada saat pergantian kepemimpinan melakukan reformasi. Reformasi ekonomi membawa China berkembang maju, namun tetap berpegang dengan ideologi komunis di tengah gempuran demokrasi AS.

Peningkatan kedekatan dengan Kuba membuat China mulai ikut permainan yang dilakukan AS. Sebelumnya, AS melakukan intervensi terhadap kepentingan China dalam kasus Laut China Selatan. Hal ini mengundang China untuk memanfaatkan Kuba dan memiliki letak geografis yang berdekatan dengan AS untuk menentang dominasi dan intervensi negeri paman sam itu di Laut China Selatan dan ekonomi global.
 
Kedekatan yang ditunjukan China dan Kuba didukung oleh kesamaan kepentingan nasional antara keduanya. Ketika Kuba mengalami krisis ekonomi, China menunjukkan empatinya dengan membantu Kuba. Di sisi lain melihat AS yang turut ikut campur, khususnya pada intervensi kasus Laut China Selatan, membuat China mengundang Kuba untuk membantunya dalam menghalangi intervensi AS.

Hal ini sesuai dengan Robert O Keohane (1984) yang mengakui bahwa kerja sama antar negara bukan hal yang mudah, namun dapat bermanfaat bagi kedua negara tersebut. Meskipun keduanya mengalami pasang surut dalam hubungan diplomasinya, namun dapat saling bermanfaat ketika salah satunya membutuhkan.

Kekhawatiran Amerika Serikat terhadap Hubungan China dan Kuba

Hubungan yang dibangun dengan dasar tidak terlalu baik menimbulkan peningkatan kecurigaan antara satu sama lain. Kabar kedekatan antara Kuba dan China mendapatkan respons luar biasa oleh pihak AS.

Dilansir melalui berita D.W pada Rabu 06/09/2023, AS memiliki kekhawatiran yang besar atas kedekatan China dan Kuba dengan menuduh adanya niat untuk mendirikan stasiun mata-mata.

Keduanya diduga mendirikan penyadapan elektronik di Kuba untuk melakukan mata-mata komunikasi elektronik AS dari jarak yang dekat. Peletakan spy based tersebut di bangun berjarak sekitar 100 mill dari Florida.

Tidak hanya itu, menurut laman berita The Guardian, seorang pejabat Amerika mengatakan bahwa China telah mengembangkan fasilitas terkait pengumpulan tim intelijensinya di Kuba sejak tahun 2019.
 
Akan tetapi China membantah semua tuduhan yang dilimpahkan AS, begitupun dengan Kuba. Isu Taiwan serta persaingan ekonomi menjadi alasan yang mendasari tuduhan yang dilayangkan AS. Ditambah lagi Amerika memiliki hubungan yang tidak stabil dengan kedua negara tersebut.

Apa yang dilakukan oleh AS sesuai dengan pendapat Kenneth Waltz dalam perspektifnya terkait neorealisme. Neo realisme menekankan struktur internasional sebagai faktor penting dalam membentuk perilaku negara, sebagaimana sistem internasional yang tidak memiliki pemerintah dunia yang dianggap efektif sehingga negara bertindak anarki dan berinteraksi dalam kondisi ketidakpastian.

Waltz mengakui bahwa negara bertindak berdasarkan kalkulasi rasional terkait kekuatannya sehingga mengutamakan keamanan dengan berusaha mempertahankan diri dan mencegah dominasi negara lain.

Dalam hal ini, AS berupaya mencegah kerja sama antara China dan Kuba karena kekhawatiran akan dominasi keduanya ketika menjadi satu kesatuan kekuatan.
 
Hans Morgenthau dalam mengembangkan teori neorealisme meyakinkan adanya prinsip dasar yang menekankan pada persaingan, kekuatan, kekuasaan, kepentingan nasional, dan diplomasi.

Tuduhan AS terhadap China dan Kuba menunjukkan bahwa adanya kekhawatiran akan kekuatan militer jika keduanya bergabung bisa menimbulkan persaingan, melemahnya kekuatan dan kekuasaan AS terhadap China maupun Kuba, serta memengaruhi kepentingan nasional AS itu sendiri.

AS bersikap sebagai aktor yang memandang aktor-aktor lainnya di panggung internasional seperti sebuah struktur Internasional. AS melihat China mulai menyebarkan pengaruhnya mulai dari Asia, Eropa, sampai dengan Amerika Latin, termasuk Kuba merupakan salah satu upaya China untuk menjadi yang paling berkuasa dalam struktur Internasional untuk mengalahkan AS.

Ini bertujuan untuk mempertahankan struktur internasional yang anarkis agar tidak ada kekuasaan lain selain AS di panggung internasional.
 
Sebelumnya, Kuba juga pernah dijadikan military base Uni Soviet karena letaknya yang sangat strategis dan dapat menyerang AS sewaktu-waktu. Hal yang sama dikhawatirkan dengan adanya perang dagang Amerika-China dan menguatnya hubungan China-Kuba.

Selain itu, Kuba dan China juga memiliki kesamaan dalam ideologi komunisme dan tujuan negara, sehingga solidaritas dan hubungan yang baik lebih mudah terjalin.

Dalam perspektif neorealisme, dapat dilihat bahwa tuduhan AS merupakan bentuk pertahanan diri, baik kekuatan, kekuasaan, dan kepentingan nasionalnya akan hubungan China dan Kuba.

Hal ini juga didukung dengan hingga kini belum ada konfirmasi terkait pembenaran military base China di Kuba, baik dari pihak China maupun Kuba itu sendiri.
 
Berbagai upaya dilakukan AS meskipun dengan sangat berhati-hati, seperti pendekatan dengan negara-negara sekitar China, meningkatkan operasi kontra-intelijen di Kuba, operasi pengumpulan informasi, serta mempertimbangkan penutupan atau relokasi fasilitas militer dan diplomatik AS di Kuba, bersamaan dengan sanksi dan embargo lebih lanjut.

Di sisi lain China juga semakin agresif dalam gerakannya untuk mendekati wilayah Amerika Latin seperti Venezuela, Honduras, Nikaragua, dan beberapa wilayah lainya.
 
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Amerika memiliki kekhawatiran khusus akan hubungan kerja sama China dan Kuba. Hal ini dikarenakan ketakutan dominasi China di kancah internasional, salah satunya melalui pemanfaatan hubungan bilateral dengan Kuba dalam bidang ekonomi dan keamanan.

Berbagai upaya dilakukan oleh AS untuk menghalangi hal tersebut, karena apabila China dan Kuba saling mendukung dalam ekonomi dan militer, maka kekuatan AS pasti tersaingi.

Dalam perspektif neo realisme, yang dilakukan oleh AS merupakan upaya mempertahankan kekuatan, kekuasaan, dan kepentingan nasionalnya. rmol news logo article

*Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA