Proyek sepanjang 219 titik di negara bagian Alaska merupakan proyek pengeboran dengan 3 lokasi utama. Setelah proyek ini diresmikan pada 13 Maret 2023 lalu, Presiden AS Joe Biden jadi sasaran protes masyarakat internasional, terutama negara-negara yang ikut terdampak proyek tersebut.
Melihat dari perspektif seorang pemimpin Amerika Serikat, proyek ini bukan hal baru karena faktanya, telah dirintis sejak zaman kepresidenan Trump.
Hadirnya
willow project ini dianggap akan merugikan global dan hanya menguntungkan AS. Oleh karenanya, masyarakat internasional berjuang menyuarakan penolakan proyek yang akan merusak iklim global tersebut, termasuk dari Sekretaris Jenderal PBB.
Peresmian
willow project dilatarbelakangi oleh ketergantungan dan peningkatan kebutuhan minyak AS, sementara tingkat produksi cadangan minyak sedikit. Apalagi setelah terjadinya embargo minyak di Arab.
Untuk menunjang kebutuhan minyak di AS dan memperoleh keuntungan miliaran dolar, selain faktor ekonomi yang sedang dimaksimalkan AS, ada unsur politis dengan diciptakannya
willow project ini.
Jika dilihat dari sudut pandang masyarakat AS bagian Alaska, hal positif yang didapat dari
willow project adalah tersedianya 2.500 lapangan kerja baru bagi masyarakat bagian barat Amerika tersebut.
Pemerintah AS menjanjikan dana yang didapatkan dari pengeboran minyak dan gas selain untuk meningkatkan perekonomian negara, juga dialokasikan kepada bidang pendidikan dan kesehatan daerah setempat. Maka dari itu, proyek tersebut sudah diterima oleh beberapa lapisan masyarakat Alaska.
Selain respons positif, proyek ini tentunya mendapat respons kontradiktif, seperti penolakan keras dari aktivis lingkungan terhadap aksi-aksi yang akan membahayakan tatanan lingkungan dunia.
Selain itu, gerakan daring di media sosial seperti TikTok mendapat perhatian tinggi, dilihat dari aktivitas pengguna media sosial yang menandatangani petisi penolakan
willow project ini. Penentang proyek ini mencapai lebih dari 2,8 juta user.
Menghubungkannya dengan
green theory dalam hubungan internasional, para aktivis berfokus pada pembaharuan politik luar negeri negara kepada isu lingkungan. Mereka bersikeras bahwa tiap keputusan yang melibatkan dua negara atau lebih seharusnya memperhatikan tiap titik lingkungan yang terdampak.
Melihat perubahan iklim yang berubah, bumi di masa depan diprediksi akan dipenuhi oleh emisi karbon, sekita 9,2 ton per tahunnya. Krisis iklim sekarang akan tambah memburuk apabila proyek ini berjalan.
Polusi dan peningkatan suhu global serta langkanya satwa-satwa yang dilindungi akibat habitat satwa tersebut dijadikan tempat pengeboran minyak dan gas alam.
Upaya untuk menghentikan proyek ini terus dilakukan oleh aktivis peduli lingkungan melalui petisi, demo, dan media untuk mengedukasi masyarakat terkait kesadaran betapa pentingnya isu global yang sedang dihadapi.
Melihat bagaimana dunia menanggapi isu lingkungan yang sedang diproyeksikan Amerika Serikat ini, seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah mempertimbangkan setiap keputusan yang menyangkut kepentingan global, terutama lingkungan.
Solusi pembangunan berkelanjutan adalah dengan melibatkan setiap aspek, seperti lembaga tata kelola lingkungan dan komunitas untuk bekerja sama mengurangi emisi yang merusak serta melindungi iklim dan melestarikan tempat manusia hidup.
Dampak yang paling terasa dari proyek ini adalah sebagian penduduk asli Alaska, yaitu suku Nuiqsut yang jarak tinggalnya dekat dengan proyek ini memprihatinkan karena terdampak lingkungan dan kesehatan dari pengembangan minyak dalam jumlah besar ini.
Melihat
willow project yang mengundang banyak respons positif dan negatif, penulis berpendapat bahwa sebagai bagian dari masyarakat dunia, isu
willow project ini sebagai hal penting menyangkut masa depan bumi, tempat tinggal manusia.
Bukan hanya satu negara AS yang terkena dampaknya, namun keseluruhan dapat terdampak dari iklim yang mengalami perubahan cepat dapat memicu konflik antarnegara.
Dengan dihubungkan
green theory dalam HI, dapat dilihat bahwa pentingnya menyatukan suara untuk bekerja sama menyukseskan program pembangunan berkelanjutan dengan melibatkan setiap aktor di dalam HI dan memusatkannya pada lingkungan terlebih dahulu di atas yang lainnya.
Perubahan iklim diprediksi akan terjadi dengan masif di tahun-tahun kedepan akibat kenaikan suhu ekstrem, naiknya permukaan laut dan frekuensi terjadinya bencana alam di tatanan global.
Hal ini lebih banyak menimbulkan kerugian, seperti kehilangan pendapatan, lingkungan rusak dan berkurangnya hasil ekonomi negara, kemudian berpengaruh pada menyusutnya pendapatan.
Peningkatan cuaca ekstrem juga akan mengakibatkan dana akomodasi yang besar, anggaran yang dikeluarkan tiap negara pun akan membengkak demi mengatasi kerusakan ekonomi akibat bencana alam.
*Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
BERITA TERKAIT: