Ya, pada Pilpres nanti, Joko Widodo dipastikan akan lengser karena sudah dua periode menjabat.
Fenomena baliho ini kini jadi pergunjingan di masyarakat, pasalnya, para politikus yang berada di dalam gambar baliho tersebut dianggap tidak peka terhadap kondisi rakyat yang saat ini sedang sulit dihantam pandemi Covid-19.
Keberadaan baliho tersebut seakan tidak memperdulikan kondisi kekinian, rakyat banyak yang kehilangan pekerjaan, usahanya merugi, pendapatan menurun akibat pandemi. Boro-boro urus politik, rakyat lagi fokus cari makan malah disuguhi kekonyolan lewat baliho-baliho pencitraan.
Aneh bin ajaib bukan, kemana nurani para politikus tersebut? Apalagi, ini masih tahun 2021, Pilpres masih tiga tahun lagi, okelah kalau tinggal setahun lagi, ini masih sangat lama. Sungguh keterlaluan memang.
Kalau memang tujuan pasang baliho agar dikenal rakyat, agar publik lebih mengenal sosok si politikus, baliho adalah cara paling jelek. Sudah merusak pemandangan, tak peka juga dengan kondisi rakyat.
Pemasangan baliho sama saja para politkus itu mengkerdilkan rakyat Indonesia pada umumnya, seakan rakyat kita bakal
aware dan
happy hanya disuguhkan baliho jargon-jargon, ini melecehkan, rakyat Indonesia sudah naik kelas.
Seharusnya ditempuh cara lain kalau ingin dikenal rakyat, di kondisi pandemi saat ini misalnya, kan bisa saja tebar bansos ke seluruh wilayah, ke tempat-tempat yang terdampak pandemi. Bisa ke kampung halaman masing-masing, daerah konstituen, daerah yang memang sangat tedampak, dan seterunya.
Atau kalau mau repot sedikit, program vaksinasi misalnya, membantu masyarakat sekaligus pemerintah dalam program vaksinasi nasional menuju
herd immunity agar penyebaran virus Covid-19 bisa ditekan, ekonomi kembali tumbuh Indonesia sehat dan bangkit.
Jangan anggap rakyat Indonesia sudah cukup dengan baliho, tunjukan kerja-kerja dan bantuan nyata di saat pandemi seperti ini, lebih elegan sedikitlah kalau mau pencitraan, jangan mau gampang dan murahnya saja.