Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

In Memoriam Gatot Brajamusti: Satu Pagi Di Warung Kopi Singapura

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/ilham-bintang-5'>ILHAM BINTANG</a>
OLEH: ILHAM BINTANG
  • Senin, 09 November 2020, 11:45 WIB
In Memoriam Gatot Brajamusti: Satu Pagi Di Warung Kopi Singapura
Mendiang Gatot Brajamusti/Net
AA Gatot telah tiada. Kepergian mantan Ketua organisasi artis film Indonesia (Parfi) periode 2011-2016 ini menyentak dunia film Indonesia. Gatot Brajamusti, nama lengkapnya -kelahiran Sukabumi 29 Agustus 1962- meninggal dunia pada Minggu (8/11) pukul 4 sore di RS Pengayoman, Jakarta.

Kongres Parfi

Saya ingat pertemuan terakhir saya dengan Aa Gatot pada pertengahan 2011 di Singapura. Tepatnya di gerai Coffeebean Paragon Mall, di kota Singa.

Waktu itu Gatot belum lama terpilih sebagai Ketua Umum Parfi, menggantikan artis Jenny Rachman. Dia menelpon saya minta waktu bertemu. Hari itu, kebetulan saya berada di Singapura. Jadi, saya bilang nanti ketemunya di Jakarta saja.

Tapi Gatot mendesak untuk bisa ketemu. Ya, tidak ada pilihan lain, kecuali dia ke Singapura. Dia pun terbang malam itu juga dari Jakarta dan tiba di Singapura lewat tengah malam.

Pagi esoknya kami bertemu di Coffebean samping Paragon Mall. Tempat favorit orang Indonesia. Dengan wartawan senior Timbo Siahaan, Pemimpin Redaksi JakTV, kami sepakat samping Paragon Mall itu sebagai “kantor” tiap kali ke Singapura.

Saya kira tidak ada pelancong dari tanah air yang asing dengan tempat ini. Lokasinya strategis, kawasan perbelanjaan terkemuka di Singapura. Mudah dijangkau dari mana-mana. Berjarak sepelemparan batu dengan Mesjid Alfalah, tempat menunaikan ibadah shalat 24 jam.

Aa Gatot mengaku merasa terganggu dengan tulisan saya tentang Parfi yang disiarkan di Tabloid C&R. Tulisan itu mengomentari terpilihnya dia sebagai Ketum Parfi. Itu alasan dia menyempatkan diri terbang ke Singapura untuk menemui saya.

Sebagai wartawan, tentu saja saya wajib mendengar keberatan sumber berita yang merasa terusik oleh tulisan itu. Gatot yang berperawakan tinggi besar, menguasai ilmu bela diri, terbang malam ke Singapura, telah menjelaskan tingkat kegusarannya.

Ini perkara serius, pikir saya. Padahal, sepengetahuan saya, Gatot tidak pernah terganggu oleh berita-berita apapun tentang sepakterjang dia yang ditulis hampir seluruh wartawan dan media hiburan di tanah air.

Tabloid C&R sendiri pun berkali-kali menurunkan coverstory yang mengungkap sepak terjang dia di dunia artis. Tidak sekalipun dia protes.

Tapi, sebenarnya, kami memang sudah lama saling mengenal. Berkawan. Dia beberapa kali sowan ke kantor. Waktu anak-anak merayakan ulangtahun saya ke-50, Gatot hadir bersama penyanyi Reza Artamevia rombongannya dan menyumbangkan beberapa lagu.

“Justru karena Bang Ilham sendiri yang menulis, maka saya merasa perlu untuk bicara, perlu mendengar langsung petunjuk,” ucapnya diplomatis mengawali pertemuan pagi itu.

Aa Gatot datang bersama isteri dan anak gadisnya. Tapi isteri dan anaknya pamit masuk Paragon Mall.

Obsessi Lama

Tulisan saya waktu itu menguraikan sejarah Parfi dan tokoh-tokoh artis yang pernah memimpin organisasi itu. Parfi didirikan 30 Maret 1956 oleh Surjo Sumanto tokoh pergerakan di masa kemerdekaan.

Bersama dua tokoh pergerakan lainnya, Usmar Ismail yang memimpin organisasi karyawan (KFT) dan Djamaluddin Malik pendiri dan ketua pertama PPFI (organisasi produser), trio itu pertama kali meletakkan tonggak bersejarah sebagai cikal bakal industri perfilman modern di tanah air.

Ketiga tokoh itu berkawan dengan Presiden Soekarno. Saking dekatnya dengan Bung Karno, bisa diikuti dari cerita satu kali Surjo Sumanto traktir kawannya di sebuah restoran. Tapi selesai jamuan, Surjo baru sadar tak membawa dompet. Dia pun menelpon Bung Karno. Tidak lama kemudian datang utusan Presiden, Jendral Sugandhi yang menjadi ajudannya, mengantar uang.
 
Tulisan itu memang mau menggambarkan kebesaran Parfi di masa lalu. Termasuk para ketua yang bergantian memimpin organisasi itu. Semuanya tokoh yang memiliki jejak kuat sebagai artis berprestasi. Sofia WD, Soekarno M Noer, Ratno Timoer, dan Jenny Rachman, untuk menyebut beberapa nama.

Tradisi itu seperti terhenti setelah Aa Gatot dipilih kongres sebagai Ketum Parfi. Itulah untuk pertamakalinya Parfi dipimpin bukan dari tokoh berjasa dari lingkungan artis berprestasi. Namun, Gatot juga Ketua Umum Parfi pertama yang terpilih dengan perolehan suara sangat besar, sekitar 98 persen.
'
“Kucing pun kalau dipilih oleh 98 persen suara pemilih di kongres, akan jadi Ketum Parfi juga. Aa Gatot dipenjara pun nantinya, tetap Ketum Parfi. Hanya kongres yang bisa memutuskan Gatot lengser atau bertahan,” saya menutup tulisan dengan kalimat itu.

Pada saat pertemuan, Gatot mengulang pertanyaan apakah saya tidak setuju dia sebagai Ketum Parfi? Saya minta dia membaca bagian akhir tulisan saya. Dia termangu. Segera dia merangkul saya dan mengucapkan terima kasih.

“Saya sebenarnya bersiap untuk melepas jabatan Ketum Parfi kalau Abang menyatakan tidak setuju. Itu sebabnya saya bersikeras menemui Abang," ucapnya kala itu.

“Ah, enggak lah. Saya tidak dalam posisi punya hak dan kewenangan itu. Saya bukan anggota Parfi. Saya ini cuma wartawan pencatat fakta. Sedangkan Aa dipilih oleh mayoritas anggota Parfi,” kata saya.

Lepas dari berbagai kelemahannya, Aa Gatot bersungguh-sungguh mau mengurus Parfi. Dia keluar banyak uang untuk itu. Merogoh koceknya sampai 4 miliar rupiah untuk membiayai kongres. Semua peserta kongres dari daerah dibiayai oleh Gatot. Mulai dari transportasi, akomodasi, dan uang saku selama kongres. Luar biasa.

Menurut ceritanya, ia terobsesi menjadi Ketua Parfi sejak masih di Sukabumi. Terinspirasi oleh Ratno Timoer, dan pengurus Parfi lainnya, seperti Dicky Zulkarnaen dan Deddy Mizwar.

“Waktu masih remaja, saya melihat gagah sekali mereka semua,” kata dia.

Aa Gatot yang memang berjiwa seni mulailah merintis jalan menjadi artis. Mulai dengan bergaul dengan artis, jadi penyanyi, ikut main film, bahkan memproduksi film dengan Deddy Mizwar. Dan, puncaknya terpilih menjadi Ketum Parfi.

Namun, sejak menjadi ketua organisasi artis tertua di Indonesia itu,  praktis sejak itu beruntun masalah yang dia hadapi, termasuk berbagai kasus hukum yang menjeratnya. Boleh dikatakan Aa Gatot sama sekali belum sempat menikmati kegagahan menjadi tokoh Parfi yang menjadi obsesinya sejak muda.  

Tidak menghadapi masalah pun, posisi Parfi sendiri sebenarnya, tidak bisa lagi diharapkan berjaya seperti di era Ratno Timoer dulu. Setelah UU Perfilman nomer 8/1992 berlaku, praktis sejak itu seluruh organisasi perfilman lumpuh.

Negara telah mencabut alat pemaksa yang dulu dimiliki organisasi perfilman. Alat pemaksa itu adalah rekomendasi organisasi. Yaitu keharusan seseorang menjadi anggota Parfi kalau mau main film.

UU Perfilman 33/2009 yang baru semakin memperkuat itu. Siapapun sekarang bisa main film tanpa menjadi anggota Parfi. Begitu juga dengan sutradara dan profesi lainnya, seseorang tidak memerlukan restu organisasi untuk menjalankan profesinya. Waktu ketemu Aa Gatot sembilan tahun lalu, saya sempat bercanda.

“Kenapa tidak mencoba bentuk organisasi sendiri, seperti yang dilakukan banyak artis, seperti Anwar Fuady yang membentuk Parsi -persatuan artis sinema Indonesia? Itu bebas. Dan, uang 4 miliar rupiah bisa Aa Gatot gunakan beli ruko untuk jadi kantor,” tanya saya.

“Nggaklah Bang. Saya dari muda sudah jatuh pada cinta sama Parfi. Justru saya mau perjuangkan nasib artis film kita," sahutnya cepat.  
Setelah pertemuan pagi itu, malamnya ia terbang kembali ke Jakarta dengan perasaan lega.

Aa Gatot telah tiada. Innalillahi Wainnailaihi Rojiun. Ia sudah dipanggil menghadap Ilahi Rabbi. Semoga almarhum Husnul Khotimah. Semua dosanya diampuni oleh Allah SWT, dan mendapat tempat lapang, nyaman, dan indah di sisi-Nya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA