Bisa dibayangkan, jauhnya jarak beliau dengan para pengikutnya, 7.911 km, 9 jam dengan pesawat, tapi pengaruh beliau tak berkurang. Satu posternya dibakar seribu poster baru diberdirikan oleh pengikutnya.
Di tengah tekanan penguasa, di tengah fitnah yang terus disebarkan, di tengah impitan kesulitan krisis, tapi soliditas konstituennya semakin kuat. Gerakan amar makruf nahi mungkar-nya enggak berkurang; gerakan dakwahnya terus berjalan; aktivitas bantuan sosialnya terus mengalir. Lihat... efektif sekali.
Apakah konstituennya minta gaji? TIDAK.
Apakah pengikutnya minta jabatan? TIDAK.
Apakah pengikutnya minta harta, pangkat, rumah, mobil, uang? TIDAK.
Ini tuntunan sekaligus tontonan yang menarik, yang membuat kita semua bisa belajar, siapa sebenarnya
leader itu.
Di sisi lain....
Banyak pemimpin mengeluh; anak buahnya brengsek, lamban, enggak punya aura krisis, enggak berprestasi, korupsi lagi. Padahal... padahal gaji besar, fasilitas mewah, prestise tinggi, status sosial terhormat.
Sang pemimpin terus mengeluh, menyalahkan sana sini, faktor global, eksternal, mengancam segera reshuffle, dan seabrek kekecewaan lain divideokan dan diunggah untuk publik.
Saya katakan, yang seperti itu bukan pemimpin, tapi pimpinan alias boneka. Dia penguasa tapi tidak berkuasa; ia
leader tapi tidak
leading; ia
ruler tapi tidak
ruling; ia pemerintah tapi tak kuat untuk memerintah.
Jadi siapa sebenarnya
leader itu?
Jawab saya, 'dia yang punya kekuatan
influence, dia yang punya resonansi dan dia yang efektif, dia yang punya ikatan hati, moral dan spiritual dengan konstituennya, dia yang benar-benar bertindak 'very low cost high impact'.
Dan akhirnya saya mengerti bahwa 'Leadership adalah hubungan'.
Seharusnya para pemimpin atau juga pimpinan di mana saja, bisa belajar dari foto tersebut.
Selamat belajar jadi pemimpin.
Terimakasih HRS...
Legisan S. Samtafsir
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.