Malam ini, kita tak usah bicara, adagium.
Lord Acton: Kekuasaan itu cenderung korup!
Tidak, sayangku. Ndak usah.
Tak pula malam ini berteka-teki: Siapa Filsuf yang selalu hadir di sebuah kampus, selama tiga abad, sampai saat ini?
Sayangku, sayangku..
Minumlah dulu kopimu. Nikmati coklatmu. Senyumlah lagi padaku.
Sayangku, sayangku..
Simpanlah dulu buku-bukumu. Esok masih ada waktu, tuliskan lagi alienasi di tengah rimba hidup yang purba. Tuliskan lagi counter budaya yang kita punya.
Juga tentang keanehan yang ada: Kaya raya, tapi kok menderita? Baik-bakik saja, tapi kok sengsara? Negeri milik kita bersama, atau milik mereka saja? Di muka hukum, kita tak sama?
Dan...jangan-jangan sejarah telah salah! Kita tak pernah benar-benar diadu domba, atau dipecahbelah. Hanya saja....jiwa kita yang lemah.
Sayangku, sayangku...
Sabar sebentar. Enyahlah dulu Pilkada. Simpan Socrates, Gramsci, Habermas, dkk.
Simpan pula tanyamu: lebih baik mana: korupsi berlangsung adil dan merata, atawa hanya segelintir elit saja tapi menggunung ke angkasa?
Atawa lebih menghentak mana: dia yang mampu mendefinisi dunia dengan indah, ataukah dia yang bisa bercerita cara merubah dunia?
Duduklah sini, sayang. Lupakan itu dulu.
Tenanglah. Tatap mataku.
Dengarlah kata-kataku:
"Sayangku, bertahtalah di hatiku.
Tak hanya satu dua periode.
Tapi..
Bertahtalah...
Selama...lamanya.."
Dan...
kelak, jika hari menyenja,
kan ku ingat Freire.
Tubuhku berdialog, partisipatif, dengan tubuhmu.
Di atas ranjang: kita adalah sama
Di atas ranjang: kita setara
Dan cinta, sesungguhnya, adalah persenggamaan jiwa
Meng-ada yang tiada
Meniada yang ada. [***]
Oky Syeiful Harahap
Pujangga dari Medan
BERITA TERKAIT: