Pesta penuh cahaya gemerlap dan terang kembang api seolah menyerang Tuhan yang mendesain gelap. Sehingga, sunyi tak lagi tentang kontemplasi diri. Tetapi dirampas menjadi pesta melupakan masa lalu dengan kegembiraan penuh keriuhan.
Sejenak lupa. Tapi, kembali hadir ketika pesta selesai. Dan, akhirnya semuanya menjadi rutinitas biasa, miskin makna, waktu berganti seperti biasa. Pergi bak angin.
Berlalu bak arus aliran sungai yang airnya berganti tak pernah kembali.
Puisi bisa menertawakan masa lalu. Meneropong masa depan dengan bait indah yang tak selalu harus rapi seperti militer berbaris, karena puisi tentang kebebasan makna.
Puisi tentang "dumelan" hati yang senang dan gelisah sekaligus.
Masa lalu pergi, seiring kemudian datang waktu baru. Masa depan datang, seiring dengan cita akan hidup yang penuh harapan.
Janji pernah terucap di tengah malam dalam tangis berkawan sajadah. Janji yang pasti menuntut sepanjang sejarah. Janji itu yang menguatkan hati menggapai Ridha Allah.
Janji di tengah malam dalam tangis berkawan sajadah. Janji yang membangun Jalan menuju jihad penuh berkah.
Janji tentang merawat akhlak, janji tentang membela kehormatan agama dan bangsa. Janji tentang hidup yang hanya diberikan untuk kemuliaan agama Allah. Demi Ridha Allah.
Janji yang tak berani dikhianati karena tahta dan emas yang miskin Ridha Allah. Tengah malam penuh tangis berkawan sajadah adalah sejarah. Sejarah dimulainya hidup sang pemburu ridha Allah.
[***]Pinang, 01 Januari 2017.
BERITA TERKAIT: