Hanif menyatakan Colombo Process memiliki peran strategis dalam kerja sama dan koordinasi antar negara-negara pengirim pekerja migran, agar terwujud migrasi yang fair, aman dan menguntungkan seluruh pekerja migran.
Colombo Process adalah forum konsultasi regional para menteri negara-negara pengirim tenaga kerja se-Asia (bersifat tidak mengikat). Anggota forum ini terdiri dari 11 negara, yakni Sri Lanka, Afghanistan, Bangladesh, Cina, India, Nepal, Pakistan, Filipina, Thailand, Vietnam dan Indonesia. Sesuai dengan namanya, forum ini dibentuk di Colombo pada 2003 atas prakarsa Indonesia. Selanjutnya pertemuan serupa dihelat di Manila Philipina (2004), Bali, Indonesia (2005), Dhaka, Bangladesh (2011), dan pertemuan di Colombo tahun ini merupakan pertemuan kelima.
Hanif mengungkapkan sebagai negara pengirim buruh migran yang besar, Indonesia memandang forum ini sangat strategis untuk mendorong kerja sama internasional dalam memperbaiki perlindungan dan keahlian buruh migran, baik di negara pengirim maupun penerima buruh migran.
"Melalui forum ini, Indonesia akan menyampaikan beberapa usulan terkait perbaikan buruh migran serta menyampaikan beberapa praktik baik yang telah dilakukan terkait buruh migran di Indonesia," ujarnya seperti dalam rilis Humas Kemenaker.
Data Kementrian Ketenagakerjaan menyebutkan, saat ini Indonesia memiliki sekitar 6,1 juta pekerja migran yang tersebar di berbagai benua.
Pertemuan tahun ini mengambil tema "Migration for Prosperity: Adding Value by Working Together". Terdapat lima isu utama yang akan dibicarakan, yakni labour market analysis (analisa pasar kerja), skill and qualification recognition (keterampilan dan pengakuan kualifikasi), promoting ethical recruitment (etika promosi perekrutan), pre departure orientation and empowerment (orientasi sebelum keberangkatan dan pemberdayaan), dan remittancess (remitansi).
Menurut Hanif, seluruh materi pembahasan sangat relevan dengan kondisi pekerja migran di Indonesia dan negara lain. Terkait pasar kerja, saat ini dibutuhkan informasi pasar kerja yang terkoneksi hingga tingkat kabupaten/kota. Dengan demikian, para calon pekerja di daerah mengetahui dengan jelas kebutuhan pekerja migran secara detil terkait jenis pekerjaan, berapa yang dibutuhkan, spesifikasi pekerjaan dan sebagainya.
"Sehingga negara dan calon pekerja bisa mempersiapkan calon pekerja dari aspek keterampilan dan pengakuan sertifkasinya," kata Politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Informasi pasar kerja, tambah Hanif, merupakan persoalan pokok dari rangkaian orang bermigrasi. Jika tidak akurat, sudah pasti akan berujung masalah bagi pihak yang melakukan migrasi.
"Indonesia, juga negara-negara pengirim buruh migran lainnya, bersepakat menciptakan sistem informasi pasar kerja yang kredibel. Pada pertemuan dengan negara-negara penerima buruh migran beberapa bulan mendatang, soal ini akan menjadi konten utama agar tercapai kesepakatan dengan negara-negara penerima," terangnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: