"Termasuk dalam hal pendanaan dan biaya kampanye, baik untuk Pilgub maupun untuk Pilpres," kata pakar hukum tatangera dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf, kepada
Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Senin, 27/6).
Menurut Asep, dalam politik memang hal nisacaya bila ada komunikasi antara politik dengan pengusaha. Bagaimapun selalu saja ada pengusaha yang berkepentingan dengan penguasa, atau calon penguasa. Karena itu, tak heran bila Jokowi dan Ahok juga berkomunikasi dengan para pengusaha, khususnya pengusaha di bidang properti.
"Dalam konstruksi hukum, bantuan pengusaha ini boleh-boleh saja selama tidak melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan oleh aturan. Sah-sah saja," ungkap Asep, menanggapi rekaman video, yang dalam video tersebut Ahok mengatakan bahwa Jokowi tak bisa jadi presiden bila tak dibantu pengusaha.
Dengan demikian, sambung Asep, ungkapan Ahok bahwa ada pengusaha yang membantu Jokowi dalam Pillpres, merupakan hal yang wajar saja. Ungkapan itu tidak berdampak apa-apa, selama tidak ada unsur korupsi dan kolutifnya.
Bila di kemudian hari ada persoalan lain, termasuk suap, lanjut Asep, maka ini menjadi tugas penegak hukum, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk membongkar dan menuntaskannya. Namun yang jelas, persoalan yang belakangan ini terungkap, memang jelas terlihat Ahok mau membawa-bawa nama Jokowi dalam persoalan yang melilitnya, seperti dalam kasus reklamasi maupun pembelian lahan untuk Rumah sakit Sumber Waras.
"Karena itu, jelas ini menjadi tugas penegak hukum untuk menelusrinya. Dari sisi komunikasi, untuk menepis asumsi orang bahwa Jokowi terlibat dalam persoalan Ahok, Pak Jokowi bisa mengatakan dan menjelaskan secara normatif kepada publik, bahwa ia tak selamanya memantau perilaku dan langkah Ahok," ungkap Asep.
Dalam kasus hukumnya, Asep berharap penegak hukum berani bisa men-clearkan-masalah ini. Namun ia juga meminta pada publik tak
underestimate terhadap penegak hukum, khusunya KPK.
[ysa]
BERITA TERKAIT: