Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM), Bin Firman Tresnadi dalam keterangan persnya kepada redaksi, Kamis (7/4).
Menurutnya, kekurangan akan kebutuhan gula di dalam negeri banyak disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah kegagalan pemerintahan era SBY selama 10 tahun dalam melakukan revitalisasi perkebunan tebu dan pabrik gula yang dikelola oleh BUMN dimana yang masih menggunakan teknologi lama sehingga berpengaruh dengan besarnya hasil rendemen yang tidak optimal serta tidak adanya tambahan lahan untuk perkebunan tebu.
Hal ini dibuktikan dengan belum optimalnya produksi gula oleh Perusahaan BUMN Gula menurut Kementerian Pertanian tidak lain karena tertundanya pembangunan pabrik gula baru. Padahal, seharusnya pembangunan pabrik gula baru sudah dilakukan pada Tahun 2010 lalu, namun hingga tahun 2014 belum ada tanda-tanda pembangunannya.
"Karena itu pada era pemerintahan SBY dibuat sebuah kebijakan untuk melakukan import bahan baku gula putih yaitu gula rafinasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan Industri makanan dan minuman. Serta menghentikan impor gula putih langsung karena akan mematikan pabrik gula milik BUMN dan petani tebu," kata Bin Firman.
Diizinkannya industri gula rafinasi dan impor gula rafinasi selain untuk memenuhi kebutuhan gula nasional juga untuk mengurangi pemakaian devisa dolar serta dengan adanya industri gula rafinasi menyerap lapangan kerja di Indonesia sedangkan jika langsung impor putih akan semakin mengerus devisa negara dan tidak meyerap lapangan kerja
Jelas Bin Firman, ada 11 perusahaan yang mendapatkan izin untuk melakukan impor gula rafinasi dan mendirikan industri gula rafinasi, tetapi belakangan DPR membentuk Panja Gula untuk membahas masalah kebutuhan gula nasional dan produksi gula nasional.
"Beberapa waktu yang lalu di berbagai media Abdul Wahid yang menjadi Wakil Ketua Panja Gula DPR menyatakan bahwa ada sembilan perusahaan industri gula rafinasi yang bodong dari 11 perusahaan gula rafinasi dan meminta pemerintah mencabut izinnya. Tentu saja ini patut dipertanyakan apakah ini sebagai suatu aneh. Ssepertinya Abdul Wahid pura-pura tidak tahu kalau tanpa adanya industri gula rafinasi maka akan terjadi kelangkaan gula nasional dimana kekurangan kebutuhan gula nasional itu mencapai 6 juta ton lebih sedangkan produk gula nasional hanya berkisar 2 juta ton per tahun," papar Bin Firman.
Sebagai informasi sementara dari proyeksi kebutuhan gula nasional pada tahun 2015, kebutuhan gula nasional mencapai 5,77 juta ton. Lalu 2016 sebesar 5,97 juta ton naik di tahun 2017 sebesar 6,17 juta ton. Pada tahun 2018 sebesar 6,39 juta ton dan terakhir 6,61 juta ton.
"Karena itu Indonesia Development Monitoring mencurigai ada operasi senyap para mafia impor gula putih di balik Panja Gula DPR untuk mendesak pemerintah agar mengizinkan impor gula putih yang tidak diproses di dalam negeri," tegasnya.
Ia menambahkan, karena itu pihaknya mendesak KPK untuk mengawasi jalanya kerja anggota Panja Gula DPR karena rawan dengan gratifikasi untuk meloloskan rekomendasi Panja agar menyarankan pemerintah untuk melakukan impor gula putih bagi kepentingan para mafia impor gula putih.
[rus]
BERITA TERKAIT: