Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengembangan Wisata Bromo Masih Terganjal Ego Sektoral

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Jumat, 25 Desember 2015, 22:05 WIB
rmol news logo Gunung Bromo yang terletak di Jawa Timur akan dijadikan sebagai salah satu tujuan utama wisata andalan pemerintah. Namun dalam pengembangannya masih ada friksi yang muncul akibat belum hilangnya ego sektoral antar instansi, baik tingkat pusat maupun daerah.

Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari, (Jumat, 25/12), menjelaskan wilayah Gunung Bromo memiliki beberapa stakeholder yang berkepentingan. Dari sisi kewilayahan ada Kementerian Kehutanan melalui Taman Nasional Bromo, Tengger, dan Semeru (TNBTS) dan ada empat kabupaten yang berbatasan, Probolinggo, Lumajang, Pasuruan, dan Malang.

"Kami bukannya tidak mau mengembangkan potensi wisata yang ada. Tetapi saat kami mau bergerak sedikit saja, kami langsung dijewer. Kawasan kaldera dan Lautan Pasir di Gunung Bromo adalah wilayah TNBTS. Tentu kami tidak bisa berbuat apa-apa di wilayah itu. Bahkan ketika kami mau mengembangkan salah satu lokasi yang bisa menjadi obyek wisata, kami langsung ditegur. Padahal itu di luar wilayah TNBTS dan masuk wilayah kami," ujarnya.

Tantri menjelaskan pihaknya sangat siap untuk mengembangkan kawasan Bromo sebagai lokasi obyek wisata. Hanya saja persoalan ego sektoral itu harus diselesaikan dulu. "Saya sangat berharap, Menteri Kehutanan dan Menteri Pariwisata datang bersama-sama ke Bromo ini. Melihat langsung dan memberikan solusi," tambahnya.

Pemerintah kabupaten dalam hal ini berkepentingan pada pengembangan masyarakatnya. Agar masyarakat mendapatkan manfaat dari kondisi lingkungan di sekitar tempat tinggalnya. "Kalau hanya terus beradu argumen terkait ego sektoral, kapan masayarakat saya bisa berkembang. Jadi lebih baik datang ke sini dan beri kami solusi," tambahnya.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Hasan Aminuddin, menjelaskan bahwa seharusnya kewenangan itu dikembalikan lagi ke bupati karena daerah yang seharusnya menjadi tuan rumah.

"Untuk pendapatan dari karcis saja, kabupaten hanya mendapat Rp 5.000 dari harga tiket sebesar Rp 37.500 yang ditarik TNBTS," ujarnya.

Namun menurut Hasan, bukan soal hitung-hitungan share pendapatan, intinya adalah bagaimana masayarakat di sekitar kawasan pariwisata bisa berkembang.

"Seharusnya kita duduk bersama, semua pihak yang berkepentingan dengan Gunung Bromo. Kita tahu apa yang akan dilakukan oleh masing-masing pihak supaya sinergi. Selama ini kami tidak pernah diajak duduk bersama TNBTS, namun tiba-tiba diperingati," timpal Tantri. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA