"Sebab landasan hukumnya hanya mencantumkan pasal 4 ayat 1 dan pasal 17 UUD 1945 , dan UU 39/2008 tentang kementerian Negara," kata anggota Komisi I dari Fraksi PDI Perjuangan, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, kepada
Kantor Berota Politik RMOL beberapa saat lali (Jumat, 19/6).
TB Menjelaskan, Pasal 4 dan 17 UUD 45 hanya menyangkut tentang Presiden adalah pemegang pemerintahan dan presiden dalam memegang pemerintahan itu dibantu oleh para menteri sesuai bidangnya. Karena itu seharusnya yang menjadi acuan adalah pasal 30 ayat 1 dan 5 tentang pertahanan dan susunan/kedudukan TNI .
"UU yang dijadikan landasan seharusnya UU 3/2002 tentang Pertahanan Negara dan UU 34/2004 tentang TNI," tegas TB Hasanuddin.
Dengan tidak mencantumkan kedua UU ini, lanjut TB Hasanuddin, maka Perpres 58 telah menabrak pasal-pasal dalam UU 3/2002 tentang Pertahanan Negara, khususnya pasal 16 ayat ( 6). Dalam pasal itu disebutkan bahwa menteri menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan , perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional serta pembinaan tehnologi dan industri pertahanan yang diperlukan oleh TNI.
"Tanpa mencantumkan UU 3/2002 maka kewenangan Kemenhan telah diamputasi khususnya dalam mengelola kebijakan pembinaan dan anggaran di TNI," ungkap TB Hasanuddin.
TB Hasanuddin juga menyoroti Perpres 58 tahun 2015 pasal 49 ayat 1 yang menyebutkan bahwa untuk melaksanakan tugas di bidang pertahanan pada perwakilan Republik Indonesia di luar negri dapat ditempatkan atase pertahanan. Selama ini, ungkap TB Hasanuddin, Atase Pertahanan di bawah kendali KABAIS TNI karena sesuai dengan UU 34/2004 pasal 6 ( 1) a bahwa fungsi TNI adalah penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dari luar dan dalam negri.
Untuk mendeteksi ancaman dari luar, maka TNI menempatkan Atase Pertahanan di luar negeri yang salah satu tugasnya adalah melakukan operasi intelejen. Dengan ditariknya Atase Pertahanan ke Kemenhan maka fungsi operasi intelejen dilakukan oleh Kemenhan.
"Lalu data intelejen luar negeri yang dibutuhkan TNI dalam melaksanakan fungsinya dari mana?" kata TB Hasanuddin.
TB melanjutkam bahwa Pasal 49 Perpres 58 juga bertentangan dengan UU 17/2011 tentang intelejen Negara. Dalam pasal 11 UU Intelijen Negara disebutkan bahwa fungsi intelejen pertahanan dan atau militer diselenggarakan oleh Tentara Nasional Indonesia.
"Jadi operasi intelejen dilakukan oleh TNI bukan oleh Kementrian Pertahanan . Dengan demikian saran saya sebaiknya Perpres 58 tahun 2015 dicabut dan diganti agar tidak bertabrakan dengan UU yang ada," demikian TB Hasanuddin.
[ysa]
BERITA TERKAIT: