Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pemerintahan Jokowi Kian Terbukti Kurang Responsif

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Senin, 23 Maret 2015, 16:40 WIB
Pemerintahan Jokowi Kian Terbukti Kurang Responsif
rmol news logo Pemerintahan Joko Widodo kian terbukti kurang responsif dalam menghadapi persoalan ekonomi. Hal ini juga tak terlepas dari penunjukan tim ekonomi yang lebih kepada unsur kedekatan daripada pertimbangan profesionalitas dan kapabilitas.

Karena sejak awal Tim Ekonomi Kabinet Kerja diragukan sebab tidak memiliki kemampuan moneter dan fiskal yang mumpuni.

Demikian disampaikan Wakil Sekjen DPP Perindo Hendrik Kawilarang Luntungan menanggapi delapan paket insentif ekonomi yang dikeluarkan Presiden Jokowi yang disusul pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

Dua pekan lalu pemerintahan Jokowi-JK melansir delapan paket insentif ekonomi. Tujuannya untuk menahan laju pelemahan rupiah dalam jangka menengah dan panjang. Namun pasar merespon berbeda. Sehari setelah pengumuman itu, dolar justru menguat ke titik tertinggi sejak krisis 1998. Bahkan sempat menyentuh Rp 13.245. Setelah itu stabil di level jual Rp 13.200-an.

Dalam amatan Hendrik, pelemahan rupiah sebenarnya sudah terjadi sejak Desember tahun lalu. Artinya masalah ini sudah berlangsung empat bulan lebih.

"Dan baru sekarang pemerintah bereaksi. Itupun bukan langkah taktis, melainkan untuk jangka menengah dan panjang," ulas jelas Hendrik Rabu (18/3).

Hendrik menilai pemerintah malah sengaja membiarkan inflasi terjadi. Antara lain, lewat pencabutan subsidi BBM yang membuat harga bahan pokok melambung, penghapusan beras miskin, permainan mafia beras yang membuat harga beras naik belakangan dan kenaikan TDL awal Januari lalu. Rakyat kecil makin susah. Dampaknya masih terasa hingga kini.

"Rakyat dan pasar sudah kehilangan trust kepada Jokowi-JK," kata Luntungan.

Bahkan, beberapa politikus PDIP, partai utama pengusungnya, juga mulai meragukan. "Indikatornya sederhana. Ketidakpastian hukum, konflik politik tak henti, harga-harga bahan pokok melambung dan tipisnya sense of crisis pemerintah," tandasnya. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA