Jokowi diyakini sadar bahwa dirinya tidak memiliki modal politik yang besar. Satu-satunya modal Jokowi adalah popularitas yang dipompa dengan kecepatan tinggi sejak sekitar tiga tahun lalu, saat namanya muncul dalam bursa calon gubernur DKI Jakarta.
Sementara modal dalam arti dukungan partai politik, Jokowi nyaris tidak punya. Saat maju dalam pemilihan gubernur tahun 2012, mantan walikota Solo ini adalah komoditas yang digunakan Partai Gerindra untuk mencuri perhatian publik. Sementara menjelang pemilihan presiden tahun lalu, giliran PDI Perjuangan yang memanfaatkan Jokowi untuk mempertahankan popularitas partai itu.
Demikian disampaikan aktivis Front Pelopor, Ristiyanto, dalam perbincangan dengan redaksi.
Karena tidak punya modal berupa dukungan partai politik, maka di awal-awal pemerintahannya Jokowi memilih mengalah.
"Indikasi ini dapat dilihat dari susunan Kabinet Kerja yang tidak mencerminkan semangat untuk memperjuangkan prinsip Trisakti dan ekonomi kerakyatan," ujar pria yang kerap disapa Mas Ris ini.
"Dalam tahap itu, Jokowi memilih
Ngalah, dan mengikuti semua keinginan orang-orang yang membantunya menduduki kursi RI-1," ujar dosen di Universitas Bung Karno (UBK) ini.
Kini, menurut Mas Ris, Jokowi sedang berada di fase
Ngalih atau menghindar. Ini terlihat dari kebijakan yang diambilnya dalam menyelesaikan konflik antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebetulnya merupakan pucnak dari kepentingan pihak-pihak yang menekan dan memanfaatkan Jokowi.
"Keputusan Jokowi untuk lebih sering berkantor di Istana Bogor belakangan ini pun bagian dari upaya menghindar tekanan pihak-pihak di sekitarnya," kata dia lagi.
Setelah dua fase ini,
Ngalah dan
Ngalih, publik perlu menunggu Jokowi tiba pada fase berikutnya,
Ngamuk. Dalam fase itu diharapkan Jokowi akan memperlihatkan keberaniannya, terutama dalam hal menekan balik berbagai pihak yang selama ini menekan dirinya dan memaksa dirinya menyusun kabinet yang tidak pro rakyat dan sepintas tak mampu bekerja.
"Semoga dalam fase
Ngamuk nanti Jokowi membongkar habis kabinetnya yang dipenuhi tokoh-tokoh yang tidak cakap bekerja," demikian Mas Ris.
[dem]
BERITA TERKAIT: