"Bagi buruh, jelas ini alasan mengada-ada dari Menteri Perindustrian (Saleh Husin) dan Menaker (Hanif Dhakiri) yang tidak sejalan dengan program Nawacita pemerintah yang berorientasi kerakyatan," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangannya, Selasa (20/1).
Tetapi faktanya, lanjut Said, kedua menteri itu mempertahankan kebijakan upah murah dengan kenaikan upah 5 tahun tersebut di tengah ketidakberdayaan buruh menyongsong pasar bebas ASEAN, dimana upah buruh DKI hanya 2,7 juta dibanding buruh Manila 3,6 juta, Bangkok 3,2 juta.
Ia menjelaskan, bila pemerintah menjalankan kebijakan tersebut maka kedua menteri tersebut melanggar UU No 13/2003 dan Permnaker No 13/2012 yang menyatakan kenaikan upah minimum adalah setiap tahun dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL), pertumbuhan ekonomi, inflasi dan lain-lain.
"Dan kenaikan upah 5 tahun tersebut tidak tepat karena tingkat inflasi di Indonesia tidak stabil tiap tahun dan survei KHL harga barang, ongkos transportasi, dan sewa rumah sangat tinggi kenaikannya setiap tahun sehingga akan sulit bila diperdiksi untuk 5 tahun," terang Said.
Dengan demikian, sambungnya, kenaikan upah minimum 5 tahun akan menyebabkan ketidakpastian nasib buruh, dengan kata lain kebijakan itu sangat neolib dan hanya titipan suara pengusaha khususnya dari China, Korea, dan Domestik.
"Justru seharusnya inilah saatnya kedua menteri tersebut memperbaiki sistem pengupahan dengan merevisi KHL menjadi 84 item, membuat angka ukuran produktivitas, dan membuat struktur dan skala upah, serta membuat skema dana pensiun buruh," demikian Said.
[rus]
BERITA TERKAIT: