Larangan Motor di Jalan Protokol Tak Kurangi Macet

Pemprov DKI Perlu Kaji Larangan Lintasan Roda Dua

Senin, 12 Januari 2015, 10:31 WIB
Larangan Motor di Jalan Protokol Tak Kurangi Macet
ilustrasi
rmol news logo Keinginan Pemprov DKI Jakarta yang akan memperluas lokasi larangan motor melintas di jalan protokol, terus dikecam masyarakat. Pemprov DKI diminta segera memberikan hasil evaluasi terkait uji coba aturan larangan motor melintas yang dilakukan sejak 17 Desember 2014 lalu, bukan justru memperluas kawasan bebas kendaraan roda dua di Ibukota.

Sekjen Front Transportasi Jakarta, Yanto menyatakan, uji coba larangan motor di kawasan Medan Merdeka hingga MH Thamrin ini sudah berlebihan. Terutama, bagi para tukang ojek maupun petugas kurir. Gara-gara aturan itu, pendapatan para tu­kang ojek menurun drastis sekitar lima kali lipat.

Jika biasanya tukang ojek bisa mengantar penumpang seti­daknya 10 kali di pagi hari, sekarang hanya dua kali. Ke­banyakan penumpang kan habis turun dari stasiun terus minta diantar ke kantor-kantor. Mer­eka juga nggak mau muter jalan belakang karena sudah keburu telat,” ujarnya.

Terkait rencana perluasan area pelarangan sepeda motor, Yanto beranggapan, alasan penerapan ini tidak masuk akal. Dua jalan dilarang saja menyusahkan, apalagi ditambah. Memangnya Pak Gubernur mau tanggung kerugian kami?” ucapnya.

Terkait hal ini, Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indo­nesia Danang Parikesit meminta, jelang genap satu bulan uji coba larangan tersebut, pemprov harus merilis hasil evaluasi uji coba agar publik bisa menilai, apakah kebijakan ini efektif untuk men­gurangi kemacetan atau justru menimbulkan masalah lain.

Sebelum memperluas laran­gan roda dua tersebut, pem­prov seharusnya bisa belajar dari pelaksanaan di Jalan MH Thamrin-Medan Merdeka Barat. Menurutnya, masih ada beberapa hal teknis yang seharusnya bisa disempurnakan dari kebijakan ini karena ada imbas yang bersifat negatif.

Yang sekarang terjadi ban­yak di jalan alternatif, kayak di belakang GI (Grand Indonesia), banyak parkir di badan jalan. Seharusnya off-street. Konsep DKI kan ingin hilangkan parkir di badan jalan, jadi sekarang malah makin subur,” kritiknya.

Soal parkir sepeda motor, dia menyoroti dari dua sudut pan­dang. Pertama, terkait lokasi, akan lebih baik bila ditempatkan jauh dari tempat larangan sepeda motor. Agar kalau pemprov kem­bali akan memperluas larangan sepeda motor, tempat parkir tidak perlu diatur-atur lagi. Kedua, soal lahan parkir yang tersedia dan soal kerja sama dengan pihak-pihak di luar pemerintah daerah.

Danang juga menilai, bus tingkat gratis yang dioperasikan tidak efektif untuk pengendara sepeda motor. Hal itu dibuktikan dengan sedikitnya pengguna sepeda motor yang menggunakan jasa bus tingkat gratis itu.

Dia menyarankan agar dana yang diperuntukkan untuk bus-bus gratis bisa dialokasikan untuk membayar operator an­gkutan umum, sehingga peng­endara sepeda motor yang ber­pindah ke angkutan umum bisa naik dengan aman dan nyaman. Menyangkut renacana perluasan area larangan motor ini, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Benjamin Bukit mengakui, pemprov memang berencana memberlakukannya, namun bukan di jalan-jalan non protokol.

Karena jalan yang selanjutnya akan diterapkan peraturan pelar­angan sepeda motor adalah Jalan Sudirman, yang masih satu arah dengan Jalan MH Thamrin dan Medan Merdeka Barat.

Dengan catatan, harus di­barengi penambahan kendaraan­gratis, sambil menunggu evaluasi satu bulan berlangsungnya uji coba. Kalau ada informasi dari Polda, saya juga tidak tahu itu,” terangnya.

Namun Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) justru memprioritaskan, penera­pan kebijakan ini di jalur koridor I busway terlebih dahulu. Dia juga tak menutup kemungkinan akan kembali memperluas area pelarangan ini.

Mungkin juga sampai Senay­an atau Blok M, sementara ke utara tidak sampai Kota Tua,” ujarnya.

Rencananya, jalan-jalan yang akan dikenai peraturan pela­rangan sepeda motor di anta­ranya adalah Jalan Industri, Jalan Angkasa, Jalan Garuda, Jalan Bungur Selatan, Jalan Otista, Jalan Minangkabau, Jalan Dr Soepomo, Jalan Sahardjo dan Jalan Jenderal Sudirman.

Perluasan baru akan diberlaku­kan setelah evaluasi pelarangan sepeda motor di Jalan MH Tham­rin dan Medan Merdeka Barat. Evaluasi rencananya akan dilaku­kan satu bulan setelah program terlaksana, yakni pada 17 Januari mendatang.
 
Mobil Yang Bikin Macet, Kok yang Dilarang Roda Dua

Terkait kebijakan larangan motor melintas di jalan proto­kol, Pemprov DKI Jakarta juga diminta segera mengatur peng­endara mobil yang justru dinilai kerap menimbulkan kemacetan di kawasan padat seperti Jalan MH Thamrin maupun Jalan Sudirman.

Silakan dicek, sepanjang ja­lan Sudirman sampai Bundaran Senayan, yang sering bikin macet ya mobil. Mau masuk jalur cepat, putaran dan di pintu keluar ma­suk gedung, bikin macet. Tolong pemprov juga atur yang dong. Jangan motor yang kebagian jalannya sedikit terus dipinggir­kan,” ketus Haryadi, salah satu pengendara motor.

Apalagi jumlah mobil yang saat ini semakin banyak di jalan, diakui membuatnya kesal. Itu mobil kebanyakan isinya cuma satu orang. Bayangin, satu mo­bil segede itu isinya cuma satu, malah bikin jalan makin penuh. Kalau mau nyuruh warganya naik angkutan umum, sekarang sudah berapa banyak sih angkutan yang layak? Harusnya tanggung jawab memberikan layanan transpor­tasi layak dan nyaman terlebih dulu yang menjadi prioritas,” tuturnya.

Terkait hal ini, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Pur­nama membantah kebijakan pelarangan sepeda motor melin­tas di jalan utama ibukota men­guntungkan pengguna mobil. Menurutnya kebijakan lain sudah dia siapkan untuk membatasi penggunaan mobil di Jakarta. Justru mobil mau kita kenakan ERP (electronic road pricing), pajak mobil juga pro­gresif. Kita juga akan memburu para pembeli mobil yang tidak punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Selama ini banyak war­ga Jakarta yang membeli mobil dengan mengatasnamakan orang lain agar terhindar dari beban pajak progresif. Jadi kalau beli mobil pakai nama sopir yang ng­gak sesuai, kita kejar habis,” ucap bekas Bupati Belitung Timur ini.

Dia juga mewanti-wanti agar tidak ada lagi warga Jakarta yang mampu beli mobil tapi enggan bayar pajak. Beli mobil di Jakar­ta hati-hati, kita akan bandingin pajak yang kamu bayar dengan anggaran yang kamu punya,” ujar Ahok.

Rencana aturan pelarangan sepeda motor melintas di jalanan ibu kota akan diperluas. Satu hal yang menjadi tujuan Ahok atas rencana tersebut adalah berpin­dahnya penggunaan kendaraan ke moda transportasi massal oleh pengendara motor. Prinsipnya sederhana, yang mau kita stop untuk motor itu, yang jalur bus­waynya sudah baik,” tuturnya.

Menurut bekas politisi Senay­an ini, ada beberapa kriteria dalam menentukan wilayah ma­na yang akan diterapkan pem­batasan motor. Yakni tersedianya layanan angkutan publik bagi warga, tersedianya lahan parkir, serta ada jalur alternatif di sisi kiri atau kanan bagi pengendara motor. Kebijakan ini hanya dapat diterapkan di jalan-jalan protokol ibukota, seperti Jalan Medan Merdeka, Jalan MH Thamrin, Jalan Sudirman, dan wilayah Kuningan Jakarta Selatan.

Pokoknya harus ada jalan al­ternatif atau jalur belakang untuk pengantar barang dan kurir. Kami harus paksa orang naik motor untuk naik bus, dan busnya juga mesti cukup. Kalau busnya tidak cukup, ya tidak bisa berjalan,” katanya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA