Saya bersiap untuk
thaharah sebelum mengambil langkah menuju tempat suci-Nya, rumah untuk menyembah-Nya. Seperti biasa, saya terlebih dahulu memotong kuku untuk membersihkan kuman-kuman yang bersembunyi di sela kuku untuk menjalankan sunnah Rasul-Nya. Lalu kemudian mengambil langkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri serta memantaskan sebagai seorang hamba yang akan berserah diri pada-Nya.
Saya siap dengan baju batik dan sarung plus kopiah yang membalut aurat menghadap Tuhan. Langkah demi langah yang saya pijakkan ke tanah menuju masjid menjadi kenikmatan tersendiri sebagai salah seorang umat Islam yang masih dapat melaksanakan ibadah wajib mingguan ini dengan terbalut asa semoga shalat kali ini diridhoi oleh Allah SWT.
Assalamualaikumâ€, dari kejauhan dan dengan tergopoh-gopoh terdengar suara seseorang yang sudah saya kenali sejak lama. Dia Syamsul, sahabat saya dan juga salah seorang pengurus masjid yang sudah menjadi tulang punggung rumah tangga masjid ini. Dia juga lah yang mengurusi hal-hal vital yang berhubugan dengan kegiatan ibadah serta belajar mengajar di masjid ini.
Waalaikum salam, Syul. Waduh ketemu di jalan ni dengan kamu. Nafas dulu, nafas duluâ€, Jawab ku seraya menyunggingkan senyuman dan mengisyaratkan agar ia menormalkan pernafasannya.
Ora popo Dan, uwes aku udah biasa lari-larian. Kurang enak jalan ke masjid sendirian. Oh iya Dan, kamu sudah tau belum informasi siapa yang nanti jadi Khatib di masjid ini?†tanya Syamsul pada ku sambil berjalan menuju masjid.
Yo belum tahu lah, ya kan belum diumumin dari masjid, kamu piye toh?â€
Ya aku nanya kamu saja mungkin kamu sudah tahu. Aku dengar tadi Pak Nusron bilang yang bakal khatib di masjid ini Ustad Burhanuddin itu loh yang udah sering nampil di TV.â€
Kamu serius Syul?â€
Ini loh kamu itu, selalu meragukan informasi dari Syamsul, orang paling dipercaya se-RW yang jelas-jelas keakuratan informasinya sudah tidak bisa diragukan lagi.â€
Owalah, kamu ini toh, selalu memuji-muji diri sendiri, tidak boleh seperti itu, berlebihan namanya.â€
Enjeh pak ustad!â€
Syamsul memang orang yang paling dipercaya oleh Pak Nusron selaku ketua Rukun Warga (RW) 005 di desa Kutoharjo. Namun, saya masih belum yakin kalau memang ustad kondang bakal yang mengisi khutbah kali ini. Ustad Burhanuddin terkenal dengan suara yang lantang ketika beliau menyampaikan khutbahnya. Semua orang selalu terpikat dengan metode dakwahnya, isi dari materi-materinya tajam dan dalam, lalu intonasi serta mimik beliau ketika berkhotbah membuat jamaah selalu merindukan saat beliau berkhotbah. Kami sangat beruntung pada Jum’at ini didatangi oleh ustad kondang yang terkenal itu.
Setibanya saya di halaman masjid, masjid telah dipenuhi oleh sesak jamaah yang sedari tadi sudah mengambil
shaf untuk shalat. Terlihat
shaf depan terlebih dahulu diisi sebagai salah satu keutamaan dari sempurnya shalat. Saya melihat Ustad Burhanuddin dengan khusyuk sedang mendirikan shalat sunnah. Ustad yang cocok menjadi panutan umat muslim negeri ini. Ustad yang berkharisma bak pemimpin Islam di zaman Khilafah Usmani.
Seperti biasa sebelum masuk adzan, ta’mir masjid akan membacakan hal-hal terkait dengan kondisi masjid selama seminggu terakhir. Mulai dari kondisi keuangan, pemasukan dan pengeluaran, sedekah dan infaq dari hamba Allah, serta pengumuman Khatib dan Imam Jum’at kali ini. Yang berlaku sebagai Khatib dan Imam Jum’at ini adalah al-Ustadz Burhanuddin. Begitulah ta’mir menyampaikan pesannya. Tanpa diduga jamaah langsung berdiri seraya memperlihatkan gelagat ketidakyakinan atas apa yang barusan mereka dengar dari ta’mir masjid.
Dengan rasa penasaran, jamaah berdiri dan melihat sendiri bahwa memang betul ustad kondang itu, yang menjadi pembicaraan umat islam sekarang, menjadi Khatib plus Imam Jum’at ini. Saya melihat beberapa ada yang senang, ada yang masih tidak percaya, bahkan ada yang mencubit pipi mereka seolah-olah mereka sedang di dalam mimpi. Ada-ada saja. Tapi begitulah.
Kemudian masjid pun hening ketika mendengarkan adzan yang dikumandangkan oleh petugas muadzin. Semua jamaah kembali tenang dan menjawab adzan sebagai suatu kewajiban bagi umat Islam ketika mendengarkan kumandang adzan. Saya pun mengambil barisan menjawab adzan tersebut. Saya berbisik dalam hati, alangkah merdunya adzan ini.
Setelah adzan dikumandangkan, jamaah merapihkan
shaf. Shaf yang kosong terlebih dahulu diisi sembari melaksanakan shalat sunnah rawatib atau shalat sunnah yang dilaksanakan sebelum shalat jum’at. Lalu saya mengikuti jamaah untuk mengisi
shaf lalu melaksanakan shalat sunnah.
Setelah shalat sunnah, terlihat
shaf sudah rapih kemudian ta’mir mempersilahkan Ustad Burhanuddin untuk mengambil tempat naik ke atas mimbar untuk berkhutbah dan terlihat seluruh jamaah telah bersiap untuk menerima materi-materi khutbah.
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarokatuh,†salam yang disampaikan oleh Ustad Burhanuddin seraya mengisyaratkan mulainya khutbah.
Kemudian, muadzin berdiri kembali untuk mengumandangkan adzan kedua kalinya yang mana memang menjadi suatu kesunnahan untuk mengumandangkan adzan dua kali dalam setiap menjalankan shalat jumat. Adzan pertama mengandung nada informatif dan persuasif kepada umat muslim agar meninggalkan sementara aktifitas-aktifitas duniawi supaya beranjak kepada aktifitas ukhrowi. Setelah melaksanakan ibadah shalat jum’at, umat muslim boleh kembali melaksanakan aktifitas duniawinya kembali. Hal ini memang terwujud di dalam dalil al-Qur’an Surah al-Jumu’ah ayat 9-10.
Setelah adzan dikumandangkan, barulah Ustad Burhanuddin memulai khutbahnya. Dengan nada lemah lembut beliau membuka khutbahnya. Menyelesaikan rukun demi rukun khutbah jum’at. Tibalah isi khutbahnya.
Wahai umat muslim, perbanyaklah bersolawat kepada baginda Nabi Muhammad SAW karena jika tidak berkat Allah yang mengutus beliau ke dunia ini kita tidak dapat merasakan nikmatnya beribadah dan tenangnya jiwa. Hendaklah kalian menjadikan Rasul sebagai panutan hidup di dunia ini. Apakah kalian tidak melihat bahwa perjuangan Rasul saat memperjuangkan Islam?†nada tinggi khas Ustad Burhan yang menggelora bercampur intonasi rendah seolah menangis yang menjadikan suasana khutbah menjadi berwarna.
Sampai di akhir hayatnya pun Rasul tetap memperjuangkan Islam. Mengkhawatirkan umatnya dari hitamnya gelagat dunia. Ummati..Ummati..Ummati. Tiga kata ini keluar dari mulut beliau di akhir hayatnya. Tiga kata itu pulalah yang seharusnya menjadi tolak ukur kita sebagai umat muslim untuk selalu bersolawat kepada Rasul serta mendoakannya. Melalui solawat ini akan menjadikan kita sebagai umat yang bersyukur kepada Allah dan mendekatkan kita kepada Rasulullahâ€
Jamaah yang dirahmati Allah SWT. Marilah kita menjadi penyambung dakwah Rasul kepada jiran tetangga, teman, kerabat, sahabat, agar menjadi hamba yang diridhoi Allah dan dicintai RasulNya.â€
Perjuangan Rasul memang telah selesai, tapi kita harus menyambung perjuangan tersebut. Memberi dakwah kepada sebagian kita dan sebagian lain. Rangkul lah saudaramu agar kelak mereka dapat menjadi penerus mu di dunia ini.â€
Janganlah wahai sekalian umat Islam meninggal dalam keadaan kafir. Karena kubur nyata siksanya. Kuburan akan meminta dengan segera bagi orang yang meninggal untuk dikuburkan. Dan orang yang baik amalnya akan bahagia di dalam sebaliknya orang yang buruk amalnya akan memperlama penguburannya karena takut menghadapi siksa kubur.â€
Mendengar Khutbah Ustad Burhan, saya merinding, hingga saya tidak memiliki upaya untuk menggambarkan seburuk apa siksa kubur itu. Khutbah Ustad Burhan terus mengalir seolah-olah menegur dan membuka hati para jamaah. Saya melilihat beberapa jamaah yang meneteskan air mata, tertunduk lesu, dihampiri rasa bersalah yang penuh penyesalan. Ustad Burhanuddin memang pandai menggetarkan hati para jamaah dengan khutbahnya. Nyata saja, jum’at ini beliau membuktikan itu. Tak pelak, ia menjadi langganan berdakwah
off dan
on air. Sikap yang sangat merendah, ramah, tawadduk, tidak ia perlihatkan kepada semua orang seperti yang ia lakukan saat berkhutbah yang seakan marah, menggunakan nada lantang dan suara tegas. Ustad Burhan memang da’i favorit semua kalangan.
Sehabis khutbah, kini semua jamaah melaksanakan shalat wajib 2 rakaat yang menjadi syarat sah shalat jum’at. Jamaah hening, ini adalah kebiasaan yang tidak biasa diperlihatkan oleh jamaah Ustad Burhan. Jum’at biasanya, jamaah akan rebutan mencari
shaf karena volume jamaah sangat banyak. Namun, kali ini tampak berbeda. Hening tanpa suara. Saya takjub dengan kharisma Ustad Burhan. Beliau membuat jamaah seolah-olah menyesali diri mereka sendiri.
Lalu kemudian, Allahu Akbar. Terdengar takbir dari Ustad Burhan pertanda akan dimulainya shalat. Lalu jamaah mengikuti beliau.
Di tengah-tengah lantunan ayat suci al-Qur’an yang dilantunkan indah oleh Ustad Burhan yang berusaha untuk menyembunyikan kesedihannya ketika membaca Kalam Ilahi tersebut. Saya mendengar di sekeliling, isak tangis jamaah yang memenuhi ruangan. Isak tangis penyesalan yang belum pernah sama sekali terjadi di masjid ini. Ustad Burhan tidak saja pandai merangkai kata, menyampaikannya dengan lantang juga dapat membuat jamaah menangis terisak-isak. Menangis menyesali dosa-dosa yang pernah dilakukan.
Hingga saat shalat selesai dilaksanakan, beberapa jamaah masih ada yang menangis karena tidak dapat menahan perihnya hati terpukul nyata khutbahbeliau. Sampai pada akhir, selepas dzikir dan do’a dan sepeninggalan Ustad Burhan dari masjid khutbah tersebut masih terngiang dalam benak para jamaah yang memenuhi masjid. Tuhan, kami merindukan sosok panutan di dalam diri Ustad Burhan.
[***]
Penulis dapat dihubungi di akun Twitter @hasmarIndonesia.
BERITA TERKAIT: