Namun, mantan Presiden RI tersebut harus bisa mempertahankan argumentasinya bahwa julukan hewan yang bisa bermimikri itu tidak tepat kalau dialamatkan kepada partainya.
Demikian disampaikan pengamat politik senior, AS Hikam, seperti dikutip dari akun Facebooknya malam ini (Kamis, 11/12). (Baca:
SBY: Salah Besar kalau Kami Disebut Bunglon).
"Retorika netralitas atau tidak memihak salah satu kubu, tidak bisa dibuktikan dan malah bertentangan ketika partai tersebut bersekutu dengan KMP dalam perebutan posisi pimpinan melawan KIH," ungkapnya.
Partai Demokrat pun akhirnya menikmati hasil berkoalisi dengan KMP dengan menepatkan kadernya di posisi pimpinan DPR, MPR dan Komisi-Komisi.
"Dengan demikian, istilah penyeimbang hanyalah kamuflase alias pembunglonan dari sikap oportunisme politik belaka," tekannya.
Bahkan ada sementara pihak yang mengatakan SBY Machiavellistik dari PD. Karena ketika kepentingan Demokrat terkait Perppu Pilkada terganggu, dengan segera beralih mendekati KIH. (Baca:
Licik dan Penuh Tipu Muslihat, SBY seperti Machiavelli)
"Karena pertimbangan kekuatan voting yang lemah maka Gerindra dan Golkar akhirnya tidak jadi menolak Perppu tersebut. Jadi saya kira istilah penyeimbang itu hanya retorika politik PD saja," tandasnya.
BERITA TERKAIT: