Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ledia Hanifa Amaliah. Leida mengingatkan, bila para petugas KUA tak kunjung mendapatkan tunjangan jasa dan transportasi yang menjadi hak-nya, sementara mereka sudah bertugas profesional, tidak mengambil kutipan, bahkan menalangi terlebih dahulu ongkos perjalanan, tentunya hal ini menjadi beban tersendiri bagi mereka.
"Saya khawatir pintu grafitikasi bisa terbuka kembali dengan berbagai alasan," Ledia Hanifa Amaliah dalam keterangan beberapa saat lalu (Selasa, 25/11).
Sejak berlakuknya PP 48/2014 tentang Perubahan Atas PP 47/2004 Tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Agama kini biaya pencatatan nikah menjadi gratis selama dilangsungkan di kantor KUA pada hari dan jam kerja. Sementara pungutan resmi sebesar 600 ribu rupiah atas jasa profesi dan transportasi petugas KUA di luar hari dan jam kerja disetorkan langsung ke negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Dari setoran ke negara ini, sekitar 80 persen dari total penerimaan akan dikembalikan ke KUA untuk melaksanakan program dan kegiatan bimas Islam dalam rangka pelayanan nikah atau rujuk termasuk di dalamnya pemberian tunjangan jasa profesi dan transportasi kepada petugas pelaksana KUA. Detail mengenai penerimaan, pengelolaan dan pencairan dana PNBP ini telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) 46/2014 yang berlaku mulai November ini sebagai pengganti PMA 24/ 2014 yang berlaku Agustus lalu.
Selama ini sebagian besar masyarakat tahunya KUA hanya sebagai kantor layanan administratif pernikahan. Padahal tupoksi KUA luas sekali yaitu melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kota/Kabupaten di bidang urusan agama Islam dan membantu pembangunan pemerintahan umum di bidang agama di tingkat kecamatan dengan fungsi tugas yang mencakup pelayanan nikah, rujuk, penyuluh agama, pelayanan konseling melalui Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP-4), hingga bersama masyarakat memakmurkan rumah ibadah lewat Badan Kesejahteraan Masjid (BKM).
"Dengan lingkup tupoksi seluas itu, satu KUA hanya mendapat anggaran operasional 3 juta rupiah per bulan untuk meng-cover seluruh kebutuhan kantor dan pelaksanaan kegiatan. Bila kemudian dana PNBP yang menjadi hak KUA masih saja tertunda karena soal teknis admininistratif di tingkat pusat, tentu keseriusan pemerintah untuk mewujudkan pelayanan publik yang bersih dan profesional patut dipertanyakan," demikian Leida.
[ysa]
BERITA TERKAIT: