Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Berikut Daftar Orang-orang yang Rugi jika Kepala Daerah Dipilih DPRD

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Sabtu, 27 September 2014, 22:21 WIB
Berikut Daftar Orang-orang yang Rugi jika Kepala Daerah Dipilih DPRD
jusuf rizal
rmol news logo Penolak Pilkada lewat DPRD merilis pihak-pihak mana saja yang beruntung karena adanya perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah dari sebelumnya oleh rakyat secara langsung itu.

Sementara itu, pendukung kepala daerah dipilih DPRD juga membeberkan siapa saja yang akan rugi kalau gubernur, bupati, dan walikota tidak lagi ditentukan rakyat.

Berikut daftarnya, seperti yang diterima RMOL dari Presiden Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Jusuf Rizal lewat broadcast BlackBerry Messenger (BBM).

Pertama, media. Pendapatan iklan dari calon iklan dari calon gubernur, walikota dan bupati akan menurun drastis.

Kedua, berita. Sumber berita juga hilang karena kekacauan kampanye nggak ramai lagi.

Ketiga, buzzer. Perusahaan buzzer social media mulai kehilangan pelanggan. Rekayasa pencitraan minimal.

Keempat, pengamat politik. Akan mengecilkan penghasilan pengamat politik dan mengurangi kesempatan sebagai public figure.

Kelima, konsultan politik. Konsultan politik tidak laku karena partai politik yang menentukan calon kepala daerah.

Keenam, lembaga survey-quick count akan gulung tikar karena hanya dapat pekerjaan 5 tahun sekali di pilpres dan pileg saja.

Ketujuh, KPU-Bawaslu akan kehilangan sumber pendapatan utama dan hanya bekerja 5 tahun sekali (jual beli suara stop).

Kedalapan, MK hanya bekerja untuk mengevaluasi konstitusi yang minim biaya operasi (suap macam Akil Mochtar akan hilang).

Kesembilan, incumbent: Tak ada jaminan terpilih lagi karena pengerahan bansos nggak akan berpengaruh pada keterpilihan kembali.

Kesepuluh, KPK. Korupsi relatif berkurang akibat pemilihan kepala daerah yang selektif.

Kesebelas, polisi. Anggaran pengamanan pemilu jadi hilang (Rp 25-100 miliar untuk provinsi dan Rp  5-25 miliar untuk kabupaten/kota).

Kedua belas, artis. Ini akan mempersulit artis tampil sebagai politisi, politik pencitraan bubar.

Ketiga sebelas, jasa pengerah massa. Pengangguran politik bertambah akibat tidak ada order aksi karena tak ada kampanye.

Keempat belas, jasa pembuatan spanduk akan bangkrut akibat minim order

Kelima belas, politisi karbitan yang nggak mau berdarah-darah berjuang dari bawah. Mereka hanya instan modal sponsor besar bayar media.

Keenam belas, rakyat penikmat money politic. Karena tak ada pilkada langsung, tak ada jual beli suara.

Ketujuh belas, partai gurem. Nggak bisa jual partai untuk kendaraan politik politisi karbitan.

Kedelapan belas, anomali-anomali sesat pencitraan ala "mendadak esemka" nggak akan terjadi lagi.

Kesembilan belas, para hakim MK yang biasa bermain kasus sengketa pilkada sekarang gigit jari. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA