Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pemerintahan Jokowi Terancam Mengalami Shut Down

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Selasa, 19 Agustus 2014, 15:35 WIB
Pemerintahan Jokowi Terancam Mengalami <i>Shut Down</i>
ilustrasi
rmol news logo Di antara enam partai pendukung Prabowo-Hatta di DPR, Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PPP dan PKS, diyakini tidak satu pun yang akan menerima ajakan Joko Widodo untuk mendukung pemerintahannya kalau pada akhirnya dimenangkan Mahkamah Konstitusi. (Baca: Pendukung Prabowo-Hatta akan Tolak Tawaran Jokowi untuk Bergabung)

Kubu Jokowi yang didukung PDIP, Nasdem, PKB, dan Hanura pun dipastikan tidak akan bisa menguasai DPR RI. Karena itu, komposisi parlemen dan pemerintahan Indonesia akan menyamai di Amerika Serikat saat ini.

"Di Amerika, Demokrat menjadi presiden. Tapi Republik mayoritas di DPR. Pemerintahan Jokowi nanti juga bisa mengalami shut down seperti yang terjadi beberapa waktu di pemerintahan Obama," jelas pengamat ekonomi politik Syahganda Nainggolan kepada Rakyat Merdeka Online (Selasa, 19/8).

Pemerintah Amerika Serikat pernah menutup sementara (shut down) layanan pemerintahan karena karena kongres (terdiri atas senat dan DPR) gagal mencapai kesepakatan mengenai anggaran rutin pemerintah pada awal Oktober 2013 lalu.
 
Pemicunya adalah keputusan Senat AS, yang dikuasai Partai Demokrat, partai Obama, menolak usulan anggaran belanja versi DPR AS yang dikuasai Partai Republik. DPR rupanya membalas penolakan itu dengan berupaya menggagalkan anggaran untuk UU Asuransi Kesehatan yang dicanangkan Obama, yang populer disebut Obamacare.

Menurut Syahganda, kemungkinan akan terjadi shut down karena sejak Januari 2015 tidak ada lagi dana untuk menggaji PNS. Pasalnya, anggaran digunakan untuk menutupi subsidi BBM.

"Nggak ada lagi uang. Jadi Januari sudah tidak ada gaji. Revisi APBN 2015 baru di bulan April. Sementara Jokowi nggak bisa jual cepat BUMN, seperti yang dilakukan Megawati saat melelang Indosat, untuk menalanginya. Apalagi sekarang mau jual apalagi," tegas pendiri lembaga pengkajian, Sabang Merauke Circle ini.

Jokowi sendiri sudah menilai anggaran subsidi BBM saat ini terlalu besar karena akan menyulitkan membangun infrastruktur. Karena itu, ungkap Syahganda, Jokowi sebenarnya ingin agar SBY di akhir masa pemerintahannya ini menaikkan harga BBM. Tapi SBY tidak melakukan itu.

"Makanya mau tidak mau Jokowi akan menaikkan harga BBM di 2015. Itu (seperti makan buah) simalakama karena sewaktu menjadi Walikota Solo, dia dulu tolak BBM bahkan demo bersama warganya," ungkap Syahganda.

Padahal Jokowi sendiri dalam 9 programnya berjanji akan meningkatkan profesionalisme, menaikkan gaji dan kesejahteraan PNS, TNI dan Polri. Belum lagi, sambung Syahganda, pada Oktober-Desember 2014 ini, Jokowi akan dihadapkan unjuk ratusan ribu buruh yang menuntut kenaikan upah.

"Apakah pengusaha, setelah kenaikan BBM dan TDL, masih sanggup untuk memenuhinya. Jadi sebenarnya terlalu banyak janji Jokowi yang sulit untuk direalisasikan," tegasnya. (Baca juga: Jangankan Partai, Relawan Jokowi Saja Ngotot Jadi Menteri)

Menurutnya, situasi semakin kacau kalau Jokowi tidak bisa melihat persoalan dan menemukan solusi secara komprehensif. "Apalagi kalau ada nanti menterinya yang tidak loyal. Agak gawat itu," tandas Syahganda.  [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA