Selain karena 1 Muharram sudah ditetapkan sebagai Tahun Baru Islam dan menjadi hari libur nasional, juga sama saja Jokowi ingin menghidupkan lagi konflik antara santri dan abangan.
Demikian disampaikan Direktur The Indonesia Reform, Syahrul E. Dasopang kepada
Rakyat Merdeka Online (Kamis, 3/7).
"Lagi pula itu sama dengan kembali ke masa silam, menghadap-hadapkan santri dan abangan. Sementara sekarang sudah cair. Jadi tak perlu Clifford Gertz dipanggil lagi supaya bangkit dari kubur. Teori trikotomi itu hanya bikin masyarakat Indonesia tercekam dalam konflik yang tidak perlu," ungkap Syahrul, yang juga alumnus pesantren Al Ma'shum, Sumatera Utara ini.
Karena bukan tidak mungkin, tegas Syahrul, nanti akan ada tuntutan untuk menjadikan hari abangan dan hari priyayi setelah penetapan hari santri. Kalau itu dikabulkan, konflik akan semakin terbuka.
"Tapi santri tidak akan tersulut oleh kipas-kipas yang menginginkan perang di antara santri. Yang diinginkan santri, negeri ini tidak dipimpin oleh kacung," tegas mantan Ketua Umum PB HMI ini.
Istilah santri, abangan, dan priyayi diperkenalkan antropolog asal Amerika Serikat lewat buku monumentalnya,
The Religion of Java untuk mengelompokkan masyarakat Jawa.
Santri adalah kelompok muslim yang mengamalkan ajaran agama sesuai dengan syariat Islam. Abangan penduduk muslim yang mempratikkan ajaran Islam yang lebih sinkretis, cenderung mengikuti kepercayaan adat. Sedangkan priyayi adalah mereka yang memiliki tingkat sosial yang lebih tinggi atau sering disebut kaum bangsawan.
[zul]
BERITA TERKAIT: