Hal itu terlihat misalnya dari mencuatnya polemik soal Babinsa yang disebut menggalang dukungan untuk Prabowo maupun bocornya salinan keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) terkait pemberhentian mantan Danjen Kopassus tersebut.
Kepada
Rakyat Merdeka Online, malam ini (Jumat, 14/6), Direktur Direktur The Indonesian Reform Syahrul Efendi Dasopang menjelaskan, pada kedua kasus tersebut, jelas ada tendensi politisasi TNI.
"Entah siapa yang punya kerjaan. Yang pasti beberapa jenderal yang sudah pensiun, seperti Fachrul Razi dan Agum Gumelar (dua anggota DKP) sudah angkat bicara. Bagaimana pun, terangkatnya kembali kasus lama tersebut tidak saja memojokkan Prabowo tapi juga baik pengawal negara, yakni TNI. Sehingga dengan demikian, nama baik negara juga kena," ungkap Syahrul.
Syahrul sendiri heran, mengapa banyak pensiunan jendral kelihatan genit pada saat rakyat bersiap-siap untuk memilih presiden 9 Juli mendatang. Sebagai warga biasa, dirinya menyerukan, biarkan rakyat memilih presiden dengan tenang dan meriah, tanpa direcoki oleh ulah pihak-pihak yang genit.
"Karena, lebih berat dampaknya daripada melanggar HAM ketika ajang pilpres dieksploitasi untuk memuaskan hasrat petualangan politik oleh segelintir pihak," demikian mantan Ketua Umum PB HMI ini.
[zul]
BERITA TERKAIT: