Ketum KADIN: Ibarat Pical Lawan Tyson, Kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN harus Diubah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Sabtu, 01 Maret 2014, 18:03 WIB
Ketum KADIN: Ibarat Pical Lawan Tyson, Kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN harus Diubah
rizal ramli
rmol news logo Indonesia harus merenegosiasi ulang butir-butir substansi dalam ASEAN Economy Community (Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA) yang akan berlaku pada 2015. Pasalnya, tidak semua komoditas dan jasa kita mampu bersaing secara bebas di pasar ASEAN. Karena itu, renegosiasi ini harus dilakukan agar bangsa dan rakyat Indonesia tidak dirugikan karena hanya menjadi pasar produk dan jasa negara-negara ASEAN.

Demikian disampaikan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, DR Rizal Ramli pada diskusi Asean Economy Community 2015,  bertema Peran Masyarakat & Mahasiswa dalam Menghadapi AEC 2015, yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan, Bandung, Sabtu (1/3).

"Beberapa sektor kita memang kuat. Tapi sebagian besar lainnya justru akan terpukul bila kita mengikuti kesepakatan dalam AEC. Harusnya pejabat kita lebih teliti lagi, tidak main tandatangan secara gelondongan. Karena sudah telanjur dan cenderung merugikan, kalau jadi presiden saya akan ubah butir-butir dalam MEA agar menguntungkan rakyat Indonesia," tegasnya.

Dia menegaskan, yang dibutuhkan negara-negara berkembang seperti Indonesia, lanjut tokoh yang gigih memperjuangkan ekonomi konstitusi ini, bukanlah free trade alias perdagangan bebas. Membebaskan perdagangan antara negara berkembang dan maju, sama saja membiarkan petinju kelas terbang seperti Ellyas Pical melawan petinju kelas berat Mike Tyson. Yang dibutuhkan adalah fair trade, atau perdagangan yang fair. Itulah sebabnya para pejabat harus hati-hati dalam menandatangani kesepakatan dagang dengan negara atau kawasan lain. Harus dipelajari dengan sungguh-sungguh sektor per sektor.

Sektor tekstil dan produk tekstil, misalnya, Indonesia bisa disebut unggul untuk kawasan ASEAN. Begitu juga dengan minyak kelapa sawit atau crude palm oil dan kakao. Untuk sektor-sektor unggulan semacam ini, lanjut Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid yang berhasil menyelamatkan Bank Internasional Indonesia (BII) dari crash tanpa menyuntikkkan serupiah pun tersebut, Indonesia seharusnya fight agar bisa dibuka sebebas-bebasnya.

“Tekstil kita cukup kuat. Lihat saja disain dan warna batik kita yang semakin soft dan bervariasi. Begitu juga dengan kuliner, dari sisi rasa hampir tidak ada yang bisa menandingi. Namun khusus kuliner, memang harus diperbaiki lagi dari sisi kemasan dan penyajian,” tegas Rizal. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA