Kebijakan ini bisa disebut "
bailout jilid dua". Sikap Partai Nasdem, seperti diutarakan Ketua DPP Partai Nasdem Akbar Faisal, menyatakan, kebijakan itu laksana menantang aparat penegak hukum khususnya KPK.
Kasus ini masih ditangani KPK, Kejaksaan dan Kepolisian, yang mana telah menyimpulkan bahwa terjadi penyalahgunaan kewenangan dan kerugian negara dalam pemberian dana talangan pada 2008. Hal ini dibuktikan dengan ditetapkannya dua orang tersangka yakni Budi Mulia dan Siti Chalimah Fadjriyah (SCF) berikut pemeriksaan terhadap beberapa nama lainnya yang dianggap ikut bertanggungjawab.
Akbar tambahkan, pemegang saham Bank Mutiara (LPS) dan manajemen Bank Mutiara dapat dianggap memberikan informasi sesat sebab beberapa saat sebelumnya terus-menerus menyebutkan kinerja Bank Mutiara dalam kondisi baik dan siap dijual pada harga yang bagus. Kenyataannya, sekarang meminta suntikan dana hingga mencapai Rp 1,5 triliun untuk mencapai CAR 14 persen sesuai ketentuan Basel 2.
"Pemberian dana talangan jilid dua ini memastikan nilai
bailout Bank Century menjadi Rp 8,2 triliun sebagai akumulasi dari dana talangan yang pertama sebesar Rp 6,7 triliun dan bermasalah," kata Akbar lewat rilis.
Pada saat yang sama, BPK telah menyatakan kerugian negara dari kasus Bank Century sebesar Rp 7 triliun.
Pemberian dana talangan jilid dua ini secara nyata melanggar UU 24/2004 tentang LPS khususnya Pasal 42 terkhusus lagi ayat satu (1) hingga ayat lima (5) dimana Bank Mutiara eks Bank Century sudah harus dijual.
Berdasar pada Pasal 42 UU LPS ini, tampaknya pemerintah khawatir mendapat vonis bahwa kerugian negara yang riil dan memperkuat kesimpulan BPK bahwa telah terjadi kerugian negara dari keputusan
bailout Bank Century yang sekarang bernama Bank Mutiara.
"Nasdem mendesak Presiden sebagai penanggungjawab langsung LPS sesuai pasal 2 ayat 4 UU LPS, untuk mengambil sikap dan membatalkan suntikan dana jilid dua kepada Bank Mutiara eks Bank Century ini agar kerugian negara tidak semakin besar," tandas Akbar.
[ysa]
BERITA TERKAIT: