DPR akan Awasi dan Batasi XL

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Selasa, 17 Desember 2013, 20:03 WIB
DPR akan Awasi dan Batasi XL
Chandra Tirta Wijaya/net
rmol news logo Proses merger dua operator XL Axiata dengan PT Axis Telekom tidak boleh dilakukan sembarangan. Proses tersebut harus sesuai dengan aturan yang berlaku.

Anggota Komisi I DPR RI, Chandra Tirta Wijaya, menyebutkan, XL merupakan pemain telekomunikasi yang amat perlu diawasi dan dibatasi terkait aksi korporasi berupa merger tersebut supaya tidak timbul monopoli.

"Seharusnya frekuensi dikembalikan ke negara untuk dilakukan lelang frekuensi tersebut. Kalau ada perusahaan yang tidak mampu, terlebih dahulu dikembalikan ke negara, baru setelah itu dilakukan kontes atau lelang," kata Chandra lewat rilisnya, Selasa (17/12).

Chandra mengungkapkan, salah satu persoalan penting yang mengganjal proses merger XL-Axis itu adalah persoalan frekuensi. Dia juga mempertanyakan transparansi pengambilan keputusan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang tiba-tiba menyetujui merger itu meskipun Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bertolak belakang.

Menurut Chandra, seharusnya frekuensi itu tidak bisa langsung berpindah melalui merger tetapi harus dikembalikan dulu ke negara. Setelah itu bisa dilakukan lelang atau tender.

Pendapat Chandra itu senada dengan pendapat mantan Ketua Majelis KPPU, Bambang Purnomo Adiwiyoto. Menurut Bambang, ada persoalan yang masih mengganjal dalam aksi korporasi tersebut, diantaranya prosedur hukum khusus akuisisi perusahaan telekomunikasi masih belum ada, karena di dalamnya adanya pengalihan spektrum frekuensi.

Kata Bambang, berdasarkan PP Nomor 53 Pasal 25 ayat 1, izin frekuensi tak bisa dipindahtangankan. Namun dalam PP No. 53 Pasal 25 ayat 2 disebutkan pemindahtanganan frekuensi dibolehkan atas izin menteri. Untuk itu, kata dia, seharusnya frekuensi Axis terlebih dahulu dikembalikan ke pemerintah sebagai pemilik frekuensi.

Terkait kinerja XL, November lalu, operator itu menghentikan operasional 70 base transceiver station (BTS) di sejumlah daerah seperti Ambon, Maluku dan Banda Naira, karena terus memicu kerugian hingga puluhan juta rupiah per BTS per bulan. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA