Soe Tjen Marching: Jangan Biarkan Sarwo Edhie Dijadikan Pahlawan oleh Menantunya Sendiri!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Selasa, 19 November 2013, 06:39 WIB
Soe Tjen Marching: Jangan Biarkan Sarwo Edhie Dijadikan Pahlawan oleh Menantunya Sendiri<i>!</i>
sarwo edhie/net
rmol news logo . Gerakan untuk menolak keputusan Presiden SBY yang mau menjadikan Sarwo Edhie Wibowo sebagai pahlawan nasional terus bergulir. Gerakan ini mulai menjalar di media-media sosial.

Salah satu gerakan ini misalnya digulirkan oleh Soe Tjen Marching. Dalam situs petisi change.org, Soe Tjen Marching kembali mengingatkan jejak, atau tetapnya jejak hitam, Sarwo Edhie, yang merupakan ayah dari Ani Yudhoyono dan Pramono Edhie Wibowo.

Sarwo Edhie, tulis Soe Tjen Marching, merupakan Komandan Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) dari tahun 1965-1967. Di antara tahun itu persitiwa Gerakan 30 September 1956 terjadi, dan beberapa laporan telah menjabarkan bahwa Sarwo Edhie telah mendalangi pembunuhan ratusan ribu pendukung Sukarno, yang dianggap sebagai simpatisan komunis.

Soe Tjen Marching pun mengutip penilaian Joshua Oppenheimer bahwa Sarwo Edhie Wibowo adalah salah satu arsitek kejahatan dalam tragedi itu, dan karena itu gelar pahlawan nasional adalah sebuah pernyataan kepada dunia bahwa Indonesia akan terus menjadi negeri tempat bercokolnya ketakutan, korupsi dan kekerasan. Kata Soe Tjen Marching, menobatkan Sarwo Edhie sebagai pahlawan nasional akan menambah tumpukan ketidakadilan terhadap korban 1965 dan keluarga mereka.

Pada tahun 1965-1967, Soe Tjen Marching mengingatkan, berjuta orang yang dianggap komunis dibunuh, dipenjara dan disiksa tanpa pengadilan. Setelah bebas dari penjara, para tapol dan keluarganya itu masih harus menghadapi berbagai stigma pada pemerintahan Suharto.

Untuk memperkuat argumen dan dasar penilaiannya, dalam petisi online itu, Soe Tjen Marching menulis sumber rujukan pandangannya. Yaitu hasil penelitian Douglas Kammen dan Katharine McGregor yang berjudul The Contours of Mass Violence in Indonesia, 1965-68; dan bukun karya John Roosa yang berjudul Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto's Coup D'etat in Indonesia.

Sekarang pun, lanjutnya, mereka masih mengalami stigma, hidup dalam ketakutan, dan arisan mereka pada pada 27 Oktober 2013 di Yogyakarta diserang oleh Forum Anti-Komunis Indonesia. Di lain pihak, Komnas HAM telah menuntut SBY untuk meminta maaf, disusul dengan rehabilitasi dan perbaikan nasib para korban 1965.

"Tapi, inikah jawaban SBY? Membuat Sarwo Edhie sebagai pahlawan nasional?" tanya Soe Tjen Marching, wanita keliharan Surabaya 23 April 1971, yang merupakan seorang Indonesianis, penulis, dan feminis, serta memperoleh gelar Ph.D dari Universitas Monash, Australia.

Dalam akun twitter-nya, @SoeTjenMarching, pun me-mention, beberapa tokoh nasional, dan menulis pesan dengan tegas," Jangan biarkan pembunuh massal Sarwo Edi dijadikan Pahlawan o/Mantunya sndri (SBY)." [ysa]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA