Penghargaan dan Pengakuan Jasa Besar Jenderal Soeharto sebagai Pahlawan Nasional

Rabu, 12 November 2025, 12:33 WIB
Penghargaan dan Pengakuan Jasa Besar Jenderal Soeharto sebagai Pahlawan Nasional
Wakil Sekretaris Balitbang DPP Partai Golkar, Leriadi. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
PADA tanggal 10 November 2025, bertepatan dengan Hari Pahlawan, Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto secara resmi menetapkan Presiden Kedua Republik Indonesia, Jenderal Besar H.M. Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.

Keputusan ini merupakan langkah bersejarah dan berkeadilan, yang menegaskan komitmen negara untuk menghormati jasa besar para pemimpin yang telah berjuang menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia dari kehancuran ideologis, politik, dan ekonomi.

Presiden Soeharto bukan hanya tokoh militer, tetapi juga arsitek kebangkitan nasional pasca kekacauan politik dan ekonomi era demokrasi terpimpin.

Melalui kepemimpinan beliau, Indonesia kembali kepada UUD 1945 secara murni dan konsekuen, menyelenggarakan Pemilu secara reguler setiap lima tahun, serta menata ulang sistem pemerintahan, keuangan, dan pembangunan ekonomi secara bertahap dan berkelanjutan.

Konteks Sejarah dan Penyelamatan Ideologi Bangsa

Peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) tahun 1965 merupakan titik balik sejarah bangsa Indonesia. Gerakan tersebut bukan sekadar konflik politik, melainkan upaya mengganti ideologi negara Pancasila dengan ideologi Komunisme.

Apabila pemberontakan itu berhasil, negara Indonesia tidak lagi berlandaskan Pancasila dan Ketuhanan Yang Maha Esa, melainkan menjadi negara ateistik di bawah dominasi partai tunggal komunis.

Dalam situasi genting itulah, Presiden Soeharto tampil sebagai tokoh penyelamat bangsa dan penegak kembali eksistensi Pancasila.

Perbedaan Mendasar antara Ideologi Komunisme dan Pancasila

Pandangan tentang Ketuhanan: Komunisme menolak keberadaan Tuhan dan menganggap agama sebagai penghalang revolusi sosial. Pancasila menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar moral dan spiritual kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pandangan tentang Manusia: Komunisme menempatkan manusia semata sebagai alat perjuangan kelas; kebebasan individu dapat dikorbankan demi partai. Pancasila mengakui martabat manusia sebagai makhluk Tuhan dengan hak dan kewajiban yang seimbang.

Sistem Ekonomi dan Kepemilikan: Komunisme menolak kepemilikan pribadi dan menyerahkan seluruh alat produksi kepada negara. Sementara Pancasila menganut sistem ekonomi kerakyatan, yang menyeimbangkan kepemilikan negara, masyarakat, dan individu demi kemakmuran bersama.

Kekuasaan dan Demokrasi: Komunisme menegakkan diktator proletariat, tanpa ruang bagi oposisi dan pergantian kekuasaan. Pancasila menegakkan demokrasi permusyawaratan dan perwakilan, menjunjung musyawarah, keadilan sosial, dan supremasi konstitusi.

Implikasi ideologisnya sangat jelas, komunisme meniadakan agama, kebebasan, dan kemanusiaan. Sedangkan Pancasila menegakkan nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, dan persatuan nasional.

Pembangunan Nasional dan Legasi Kepemimpinan

Di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, Indonesia kembali melaksanakan Pemilu secara periodik sesuai amanat UUD 1945; menata stabilitas politik dan keamanan nasional setelah masa kekacauan; melaksanakan pembangunan ekonomi dan infrastruktur secara bertahap; meningkatkan taraf hidup rakyat melalui program pendidikan, kesehatan, pertanian, dan industrialisasi.

Soeharto membangun sistem pemerintahan yang efektif, birokrasi yang relatif stabil, serta ekonomi nasional yang tumbuh konsisten selama tiga dekade.

Beliau juga menempatkan Pancasila sebagai ideologi tunggal, bukan untuk menekan kebebasan, melainkan untuk menjaga keutuhan bangsa dan arah pembangunan nasional.

Perbandingan Internasional: Pemimpin sebagai Bagian dari Sejarah Besar Bangsa

Banyak negara besar di dunia menempatkan pemimpin masa lalunya sebagai simbol kebangkitan dan identitas nasional.

Vladimir Lenin dan Joseph Stalin di Rusia, meski kontroversial, tetap diakui sebagai tokoh pembentuk Uni Soviet dan simbol kekuatan nasional. Mao Zedong dan Deng Xiaoping di Tiongkok dihormati sebagai pendiri dan pembaharu Republik Rakyat Tiongkok yang membawa bangsa itu menjadi kekuatan dunia.

Mustafa Kemal Atatürk di Turki dipuja sebagai “Bapak Bangsa” karena berhasil memodernisasi negaranya. Bahkan di negara demokratis seperti Amerika Serikat, tokoh-tokoh seperti George Washington, Abraham Lincoln, dan Franklin D. Roosevelt dijadikan figur abadi dalam sejarah kenegaraan mereka.

Mereka semua memiliki kelebihan dan kekurangan, tetapi bangsa yang besar tidak menghapus sejarahnya –bangsa besar belajar, menghargai, dan menempatkan pemimpinnya secara proporsional.

Demikian pula bangsa Indonesia, harus berani menilai secara adil dan berimbang jasa besar Presiden Soeharto dalam mempertahankan Pancasila dan menyelamatkan Republik Indonesia dari kehancuran ideologi dan disintegrasi nasional.

Dasar Moral dan Pesan Ilahi

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 8:

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
(QS. Al-Maidah: 8)

Ayat ini menegaskan bahwa kebencian tidak boleh melahirkan ketidakadilan. Dalam menilai sejarah, kita wajib menegakkan keadilan dengan pikiran jernih, bukan dengan emosi atau kepentingan politik sesaat.

Kesimpulan

Dengan seluruh pertimbangan historis, konstitusional, ideologis, dan moral, Presiden Soeharto adalah penyelamat bangsa dan negara Indonesia dari ancaman ideologi yang ingin menghapus Pancasila. Beliau mengembalikan kehidupan bernegara kepada UUD 1945 secara murni dan konsekuen, serta menegakkan sistem demokrasi berdasarkan Pemilu berkala.

Beliau membangun fondasi ekonomi dan tata kelola pemerintahan yang menjadi dasar pembangunan nasional modern. Beliau juga meneguhkan kembali Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Soeharto adalah keputusan yang benar, layak, dan berkeadilan, serta menjadi wujud penghormatan bangsa terhadap pemimpin yang telah menjaga kedaulatan, persatuan, dan arah ideologi negara.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya. Dan sejarah akan mencatat bahwa pada masa paling genting dalam perjalanan Republik, Jenderal Besar HM Soeharto berdiri tegak sebagai penyelamat bangsa dan penegak Pancasila. rmol news logo article

Leriadi

Wakil Sekretaris Balitbang DPP Partai Golkar, Wakil Sekretaris Jenderal DPP AMPI
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA