SBY Diragukan Berani Protes Keras ke AS

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Sabtu, 09 November 2013, 00:46 WIB
SBY Diragukan Berani Protes Keras ke AS
presiden as/net
rmol news logo Peneliti Indonesia Law Reform Institute, Jeppri F Silalahi, tidak yakin Pemerintah Indonesia akan melayangkan protes keras terkait penyadapan yang dilakukan Amerika Serikat dan Australia setelah dia mengingat pidato SBY.

"Setelah saya ingat dengan pidato SBY pada tahun 2004 setelah 2 jam pelantikan dirinya sebagai presiden, dia berkata dalam bahasa Inggris yang kira-kira menyatakan 'Indonesia is my first country, and USA is my second country'," jelas Jeppri dalam keterangan pers yang diterima redaksi, (Jumat, 8/11).

Karena itu, dia hanya bisa berharap tiga sarannya agar Indonesia tidak mudah disadap dilaksanakan oleh Presiden Indonesia pada pemerintahan berikutnya.  

Ketiga sarannya tersebut adalah, memindahkan kantor Kedubes AS agar jauh dari kantor lembaga-lembaga negara, membuat aturan hukum yang tegas soal, dan ketiga memperkuat BIN.

Jika ketiga hal tersebut bisa dilakukan dengan benar, pemerintah ke depan harus didorong tidak semata-mata menyampaikan protes ke dunia internasional. Tapi juga berani dengan tegas memerintahkan perusahaan-perusahaan berbendera AS dan Australia yang ada di Indonesia segera hengkang.

"Karena itu akan memberikan efek jera dan pelajaran bagi negara negara lain yang mencoba melakukan operasi intelijen-nya di Indonesia demi menegakkan kedaulatan bangsa dan negara," tandasnya.

Sementara itu, Menlu Marty Natalegawa membantah Indonesia terlalu lembek menyikapi aksi penyadapan oleh Amerika Serikat dan Australia. Pada acara closing statement Bali Democracy Forum (BDF) hari ini di Bali, Menlu kembali menegaskan, Indonesia protes keras atas penyadapan tersebut. Bahkan, pemerintah Indonesia turut mensponsori Resolusi PBB terkait masalah penyadapan. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA