Mengurai Persoalan TKI di Malaysia (3)

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/yoga-dirga-cahya-5'>YOGA DIRGA CAHYA</a>
OLEH: YOGA DIRGA CAHYA
  • Jumat, 08 November 2013, 15:25 WIB
Mengurai Persoalan TKI di Malaysia (3)
ADA tiga hal yang perlu dicermati dari berbagai persoalan tenaga Kerja Indonesia (TKI)

Pertama, Indonesia perlu lebih menertibkan lagi dokumen keimigrasian dan data kependudukan kita. Banyak TKI yang sudah dideportasi atau di-banned dari Malaysia, kembali melenggang masuk ke Malaysia sebagai turis dengan menggunakan paspor baru dengan identitas baru. Bahkan ada calo (yang juga orang Indonesia) yang memiliki blanko paspor, KTP, bahkan surat nikah asli untuk bisa mereka uruskan di Malaysia.

Pertanyaannya adalah, bagaimana blanko asli tersebut bisa masuk ke Malaysia? Kenapa orang yang sudah di-banned dari Malaysia, kembali masuk dengan menggunakan paspor baru dengan nama dan tanggal lahir yang berbeda? Bukankah sistem e-KTP dan database imigrasi dengan biometric dapat menangkap double entry jika seseorang membuat 2 KTP atau paspor yang bebeda?

Kedua, di pihak Malaysia pun, law enforcement terhadap TKI ilegal juga tidak berjalan dengan sempurna. Banyak aparat di Malaysia yang bahkan memanfaatkan keadaan ini untuk memeras TKI kita jika mereka tidak memiliki dokumen yang sah/lengkap. TKI illegal yang tertangkap, dapat langsung bebas jika mereka bisa memberikan sejumlah "uang minum" bagi aparat tersebut.

Di samping itu, walaupun sudah ada aturan pelarangan majikan untuk mempekerjakan TKI ilegal, tetap saja banyak majikan yang melanggar aturan tersebut. Bahkan beberapa majikan lebih memilih untuk mempekerjakan pekerja ilegal karena mereka tidak mau repot mengurus ijin/work permit sang pekerja. Mempekerjakan TKI yang sah juga lebih mahal karena mereka harus membayar levy atau pajak untuk setiap pekerja yang mereka pekerjakan.

Di banyak kasus, majikan tersebut bahkan bersekongkol dengan aparat dan TKI agar usaha mereka tidak diganggu razia atau yang mereka sebut dengan "ras". Sebuah simbiosis mutualisme yang sudah mengakar di Malaysia yang makin menyuburkan praktik percaloan di Malaysia.

Untuk bisa memutus mata rantai keruwetan TKI ilegal di Malaysia ini, pemerintah dan rakyat Indonesia harus bekerja sama dengan elemen-elemen terkait di Malaysia secara hangat dan berkelanjutan.

Hal ketiga yang perlu kita perbaiki bersama-sama adalah sistem pengiriman tenaga kerja ke Malaysia. Saat ini tiga sektor yang bermasalah dan menyumbang TKI ilegal paling banyak di Malaysia adalah sektor perkhidmatan/jasa (services), binaan/konstruksi, dan ladang/perkebunanan.

Di ketiga sektor ini, tidak banyak agency atau perusahaan terakreditasi yang memberangkatkan pekerja Indonesia secara resmi ke Malaysia. Sektor yang relatif tidak ada permasalahan adalah perkilangan atau buruh pabrik yang menerapkan sistem outsource. Para buruh kilang ini, cukup mendaftarkan diri mereka ke PJTKI resmi di Indonesia dan saat ada permintaan buruh dari Malaysia, mereka akan diberangkatkan dengan dokumen yang lengkap dan sah.

Dari pembicaraan saya dengan buruh kilang yang kebanyakan perempuan ini, mereka cukup senang bekerja di Malaysia dan tidak menghadapi kesulitan yang berarti.

Secara resmi ada beberapa cara seorang WNI dapat bekerja di Malaysia:

1. Calling Visa (TKI Mandiri); perusahaan menguruskan sendiri ijin kerja TKI saat mereka masih di Indonesia.

2. TKI contract/tenaga outsource; TKI mendaftarkan diri lewat PJKTI resmi yang telah memiliki hubungan dengan agency yang ada di Malaysia.

3. Skema profesional; pelajar ataumahasiswa yang langsung bekerja di Malaysia setelah selesai belajar.

Sayangnya, banyak warga kita yang mengabaikan cara-cara di atas dan langsung mengambil jalan pintas datang ke Malaysia menggunakan visa turis dan langsung bekerja di Malaysia secara ilegal. Beberapa dari mereka berusaha untuk menggunakan jasa calo untuk mendapatkan permit kerja lewat calling visa. Tidak sedikit dari mereka yang tertipu calo sampai ribuan ringgit. Orang-orang yang ditipu inilah yang pada akhirnya menjadi tenaga kerja "kosongan" dan selalu menghindar dari kejaran polisi ataupun imigrasi.

Dari interaksi saya dengan beberapa TKI resmi di Malaysia, saya mendapatkan sebuah kenyataan yangmengejutkan. Banyak juga di antara TKI kita di Malaysia memilih untuk menjadi TKI kosongan daripada TKI legal yang memiliki permit. Alasan mereka di antaranya adalah, menjadi TKI ilegal lebih bebas dan tidak terikat kepada 1 majikan, sebagai TKI ilegal mereka dengan mudah mencari majikan yang mau membayar lebih besar daripada majikan aslinya.

Hal ini dikarenakan aturan resmi mengharuskan majikan untuk membayar levy atau pajak pekerja asing dan deposit yang berkisar sebesar RM 2000-RM 3000. Deposit ini akan hangus jika sang TKI lari dari rumah/tempat kerjanya. Aturan ini dibuat untuk memastikan majikan menjamin TKI yang mereka pekerjakan tidak lari dan menjadi TKI ilegal. Maka dari itu, banyak di antara majikan di Malaysia lebih memilih mempekerjakan TKI ilegal di bandingkan dengan TKI legal.Selain itu, TKI yang tertangkap tidak memiliki work permit bahkan paspor, bisa menyogok oknum petugas antara RM 300-RM1000 (tergantung kesalahan) agar bisa terbebas dari jeratan hukum.

Permasalahan TKI ilegal di Malaysia memang tidak bisa kita selesaikan dalam waktu singkat. Namun, dengan adanya political will yang kuat dari kedua negara, InsyaAllah permasalahan ini akan dapat kita tuntaskan. Karena dengan adanya kepastian hukum, WNI akan nyaman bekerja di Malaysia, dan Malaysia juga akan mendapatkan pekerja yang lebih siap dan profesional dalam bekerja.

Dengan ini hubungan dua pihak antara kedua negara dapat kita tingkatkan dengan dasar kesetaraan dan saling menghormati. (Selesai).

Penulis adalah Ketua Umum Forum Komunikasi Masyarakat Indonesia di Singapura (FKMIS), dan juga kordinator Indonesian Diaspora Network (Singapore Chapter).

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA