Pertama, dari 12 peserta yang ikut lelang hanya dua perusahaan yang mengajukan penawaran. Yakni, PT JTP Tbk senilai Rp 202 miliar dan PT AI senilai Rp 230 miliar. Padahal PP 85/2003 tentang Pengadaan Barang dan Hasa menyebutkan, penawaran harga dalam proyek pengadaan di pemerintahan minimal harus diikuti oleh tiga perusahaan, jika dibawah tiga perusahaan proses lelangnya harus diulang.
"Tapi, Korlantas Polri tidak mengulang proses lelang proyek STNK ini, malah menetapkan PT AI sebagai pemenang," ujar Ketua Presidium IPW Neta S. Pane (Rabu, 30/10).
Kedua, meski penawaran yang diajukan lebih mahal, PT AI tetap saja ditunjuk sebagai pemenang. Sehingga patut dipertanyakan, kenapa Korlantas Polri berorientasi pada ekonomi biaya tinggi. Apakah ada keluarga perwira Polri terlibat di balik perusahaan tersebut?
"Ketiga, pagu harga perlembar STNK yang diajukan Korlantas sangat mahal, yakni biaya cetak perlembar STNK sebesar Rp 15.000 dengan jumlah STNK yang dicetak sekitar 19.700.000 lembar. Setelah dikritisi berbagai pihak, saat pre audit, harga cetak perlembar STNK mendadak diturunkan menjadi Rp 10.250. Harga ini pun sesungguhnya masih sangat mahal untuk selembar STNK yang hanya berukuran 25 cm x 10 cm. Padahal sebelumnya harga cetak STNK hanya Rp 7500 perlembar atau bandingkan dengan harga cetak BPKB yang hanya Rp 18.000," beber Neta.
Untuk itu IPW berharap, Kapolri baru, BPK, dan KPK mencermati proyek pengadaan STNK ini. Divisi Pencegahan KPK harus difungsikan dalam mencermati proyek-proyek pengadaan di Korlantas pasca terbongkarnya kasus korupsi Simulator SIM. BPK perlu melakukan audit forensik terhadap proyek STNK ini agar kasus Simulator SIM tidak terulang.
[zul]
BERITA TERKAIT: