Yang membedakannya, Jokowi-Ahok tidak hanya sebatas rencana besar, tapi menindaklanjuti dengan aksi kongkret implementasi program yang terhitung cepat, seperti dimulainya konstruksi proyek monorel, normalisasi waduk dan penertiban pedagang kaki lima di Pasar Tanah Abang.
Tak hanya menjalankan aksi konkret, Jokowi-Ahok juga menunjukkan bukti integritas moral yang baik dengan memerangi korupsi dan komitmen untuk reformasi birokrasi di DKI, misalnya ditunjukkan dengan "lelang jabatan" lurah, yang belum pernah dilakukan daerah lain di Indonesia.
Calon anggota DPD dari DKI Jakarta Rommy, dalam keterangan persnya (Sabtu, 19/10), menilai, masyarakat sangat merasakan dampak perubahan perilaku pelayanan petugas yang sebelumnya menerapkan pola transaksional. "Sekarang, pelayanan kepada masyarakat lebih cepat dan tanpa harus membayar pun masyarakat diperlakukan setara," jelas Rommy.
Selain itu, Rommy menilai, Jokowi-Ahok menjadi fenomenal juga karena keberhasilan membuat program dengan substansi yang "pro-kebijakan", bukan "pro-popularitas", yaitu KJS (Kartu Jakarta Sehat). Selain itu, ada KJP (Kartu Jakarta Pintar) yakni yang mencakup 13 komponen biaya, sehingga Jokowi-Ahok dinilai telah berhasil membangun sistem, tidak hanya program sosial yang sifatnya sementara yang bertujuan untuk cari popularitas supaya terpilih lagi.
"Terakhir, mengapa mereka fenomenal adalah pendekatan dan gaya kepemimpinannya yang merakyat, tegas, dan responsif, menjadikan rakyat DKI mencintai dua sosok ini," demikian Rommy sambil menambahkan, gaya blusukan Jokowi yang responsif terhadap persoalan masyarakat dan ketegasan Ahok terhadap kerja aparat birokrat dinilai memenuhi aspirasi masyarakat.
[zul]
BERITA TERKAIT: