Ijazah Palsu Tidak Diproses, Masyarakat Barito Utara Demo Mabes Polri 

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Kamis, 01 Agustus 2013, 17:45 WIB
rmol news logo Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Untuk Penegakkan Hukum (AMPUH) mendatangi Mabes Polri sebagai buntut penolakan Bareskrim Polri untuk memproses laporan ijazah palsu calon bupati terpilih Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, Kamis (1/8).

"Bareskrim Polri menolak memproses laporan ijazah palsu cabup terpilih Barito Utara. Karena itu masyarakat demo di sini," kata kordinator aksi Sunaryo Haji Sugianto dalam orasinya.

Sunaryo menambahkan, pemalsuan ijazah oleh Nadalsyah merupakan tindakan pidana sehingga pihak kepolisian tidak boleh menolak untuk mengusutnya. Nadalsyah adalah cabup terpilih pada pilkada Kabupaten  Barito Utara, namun belakangan ada indikasi sangat kuat memalsukan ijazah SMP dan SMA paket C.

Sunaryo Haji Sugianto, yang juga selaku pelapor kasus ijazah palsu mengungkapkan beberapa kejanggalan atas ijazah palsu yang dimiliki Nadalsyah. Misalnya, ijazah SMP Negeri I Muara Teweh yang dimiliki Nadalsyah tidak dibubuhi tanda tangan pemilik. Selain itu, foto yang terdapat dalam ijazah terlihat lebih dewasa dibandingkan dengan foto ijazah pelajar SMP Negeri I Muara Teweh yang dikeluarkan pada 1981.

"Dan yang paling kuat indicator palsunya, nomor induk yang digunakan dalam ijazah itu ternyata milik orang lain," kata Sunaryo.

Selain telah memalsukan ijazah SMP Negeri I Muara Teweh, Sunaryo juga menduga bahwa Nadalsyah melakukan pemalsuan ijazah kejar paket C pada Kelompok Belajar PKBM Tunas Kelapa yang dikeluarkan pada 4 Agustus 2012.

"Dugaan pemalsuan ijazah di PKBM Tunas Kelapa indikasinya adalah adanya perbedaan tanggal lahir di ijazah SMP Nadalsyah tanggal 12 Maret 1964, sedangkan di ijazah kejar paket C Nadalsyah tercatat tanggal 12 Maret 1965," papar Sunaryo.

Sunaryo menjelaskan, pemalsuan ijazah yang dilakukan Nadalsyah terbukti telah melanggar UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan bisa dipidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 500 Juta. Oleh karena itu, menurut Sunaryo, tuntutan AMPUH untuk mendesak Mabes Polri mengusut secara tuntas kasus pemalsuan ijazah palsu yang dilakukan Nadalsyah sudah sangat wajar dilakukan oleh masyarakat yang masih konsisten dalam memperjuangkan penegakan hukum.

"Jika kepolisian tidak merespon tuntutan kami, semakin ragu kita terhadap kepolisian," cetus Sunaryo.  [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA