"Itu salah, apa dasarnya mengalihkan. Jika dilakukan pengalihan, itu jelas menimbulkan kerugian dari pihak sebelumnya," ujar Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis saat dihubugi wartawan di Jakarta, Selasa (16/7).Â
Dia menjelaskan, izin yang telah diberikan kepada suatu perusahaan pertambangan tidak seenaknya dapat dialihkan, walaupun yang mengalihkan memiliki jabatan tertinggi di suatu daerah seperti bupati.
"Izin itu tindakan jabatan, bupatinya boleh berganti tapi apa yang sudah ditekan bersifat permanen. Jadi substansinya, tindakan si bupati itu sendiri," tegas dia.
Margarito menilai, pengaturan sektor pertambangan Indonesia memang masih sangat buruk, apalagi ditambah izin-izin yang tumpah tindih. Kemudian, bupati dapat menganulir kontrak tersebut dengan seenaknya. Dia mensinyalir dalam pemberian izin tersebut ada permainan uang.
"Mereka sengaja merancang agar ada lobi-lobi karena setiap izin ada duitnya. Izin Pemda soal tambang ini memang luar biasa, mereka tidak taat hukum," pungkas dia.
Seperti diketahui, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas digugat oleh perusahaan pertambangan asal Australia Intrepid Mines Ltd senilai hampir Rp 2 triliun. Bupati digugat karena memberikan persetujuan dan pengalihan serta IUP emas Tujuh Bukit Tumpang Pitu di Banyuwangi.
Gugatan dilayangkan PT Intrepid Mines Ltd atas surat keputusan Bupati Banyuwangi yang menyetujui pengalihan IUP dan operasi produksi PT Indo Multi Niaga (IMN) ke perusahaan lain yaitu PT Bumi Suksesindo. Padahal sebelumnya PT IMN sudah membuat perjanjian kerja sama dengan PT Intrepid Mines Ltd. Bahkan Bupati Banyuwangi sebelumnya Ratna Ani Lestari juga memberikan persetujuan bahwa PT Intrepid Mines Ltd memiliki saham 80 persen di tambang emas tersebut.
[dem]
‬
BERITA TERKAIT: