Sementara pihak menilai PKS mengerti akan derita rakyat kecil akibat naiknya harga BBM, dan seolah-olah barisan partai oposisi kian bertambah kuat setelah ada kejelasan sikap PKS. Namun ada juga pihak yang menilai cara PKS ini sekedar pencitraan belaka untuk kembali menaikkan elektabilitasnya yang belakangan terpuruk akibat kasus suap importasi daging.
Pengajar komunikasi politik di Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi menganggap wajar sikap pro dan kontra yang muncul di masyarakat tersebut. Sebab isi spanduk PKS tersebut menolak kenaikan harga BBM.
Namun demikian, kata Ari kepada
Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Jumat, 7/6), PKS lupa memberikan pendidikan politik yang benar kepada masyarakat. Yaitu nilai kejujuran.
"Saya melihat apa yang diucapkan elit-elit PKS berbeda dengan kenyataan. Bahkan sesama elit PKS saja tidak bulat satu suara dalam mensikapi rencana kenaikan harga BBM. Kenapa pula baru sekarang PKS menolak kenaikan harga BBM, kenapa tidak dari dulu-dulu," tanya Ari Junaedi.
Bahkan, menurut pengajar program pascasarjana ilmu komunikasi di sejumlah perguruan tinggi di tanah air ini, yang melakukan
tracking pendapat masyarakat di media massa terkait dengan spanduk-spanduk PKS ternyata disikapi negatif. Hal ini misalnya terlihat ketika PKS membentangkan spanduk selamat datang atas kedatangan tim KPK yang akan menyita kendaraan yang diduga milik mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Isaq di Kantor DPP PKS. Nada spanduk itu iti terlihat mengejak KPK
"Nah, spanduk penolakkan BBM yang digencarkan PKS tidak akan berdampak signifikan sepanjang PKS tetap melakukan resistensi terhadap tuduhan korupsi yang membelit para elitnya," demikian Ari Junaedi.
[ysa]
BERITA TERKAIT: