Tidak hanya itu, gelombang permintaan masyarakat untuk mekar juga menjadi persoalan. Amukan warga yang kerap anarkis dalam pengajuan pemekaran kerap mengundang korban.
Pada tahun 2009 misalnya, Ketua DPRD Provinsi Sumut meninggal dunia setelah dikeroyok massa yang pro pemekaran provinsi Tapanuli. Atau yang lebih baru, kurang lebih seminggu yang lalu sejumlah 4 orang warga tewas, 10 polisi luka-luka 4 diantaranya kritis, bahkan wartawan yang meliput kejadian juga menjadi korban kekerasan amukan warga di Musi Rawas, Sumsel.
"Sungguh, kita harus belajar dari semua ini. Jangan sampai izin pemekaran diberikan karena alasan anarkisme warga. Karena tujuan pemekaran itu sendiri adalah untuk membuat warga sejahtera, sehingga persiapan dan penilaian untuk pemberian izin juga harus sangat matang," ujar tokoh muda yang juga bakal calon anggota DPD RI dari DKI Jakarta, Rommy Jumat (9/5).
Secara umum, jelas Rommy, persoalan diterima atau ditolaknya usulan pengembangan wilayah bisa karena soal administrasi persyaratan yang belum memenuhi persyaratan. Tapi bisa jadi juga persoalan pengaruh politik.
Untuk itu bagi provinsi dan kabupaten yang sudah ada saat ini, sangat penting untuk berlomba-lomba menjadi daerah yang memiliki “best practice†agar menjadi champion-champion daerah. Misalnya daerah berpendapatan rendah tetapi melakukan inovasi secara “radikal†terhadap belanja publik untuk membiayai pembangunan kesejahteraan atau penanggulangan kemiskinan seperti yang diterapkan di Jembrana, Solo, Blitar, Belitung Timur, Solok, dan lainnya.
"Apalagi untuk daerah dengan pendapatan luar biasa seperti DKI Jakarta, logikanya akan lebih bisa berkreasi lagi. Inisiatif sangat dimungkinkan karena seiring otonomi daerah, juga sejalan dengan adanya kebijakan desentralisasi fiskal," ungkap bekas aktivis Ikatan Remaja Muhammadiyah jebolan Faculty of Arts University of Western Australia (UWA) ini.
Dengan adanya kemajuan daerah dan masyarakat makin sejahtera, permintaan pemekaran wilayah yang anarkis bisa jadi terminimalisir.
Namun bila suatu daerah membutuhkan pengembangan wilayah, maka ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.
Pertama, pengetatan persyaratan pemekaran dan pengaturan sanksi bila terjadi manipulasi aspirasi dan data. Lalu melakukan uji percobaan bagi daerah yang baru dikembangkan yang akan dievaluasi kinerjanya. Kedua, melibatkan Gubernur dalam pembahasan pengembangan wilayah (penghapusan, pemekaran atau penggabungan).
"Ketiga, revitalisasi DPOD (Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah) dengan lebih banyak diisi oleh pakar yang kredibel agar bisa melakukan evaluasi pengembangan wilayah secara baik. Keempat, DPD dan DPR dalam hal ini juga harus berkedudukan setara dalam pembahasan isu pengembangan wilayah," tandasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: