Meski, pembukaan kantor perwakilan itu sebenarnya hanya sebuah peristiwa kecil bagi Inggris dan rakyatnya.
Tapi, sebaliknya bagi Indonesia, peristiwa ini, makna simbolis dan politisnya serius karena ia bisa dimanipulasi seolah OPM telah mendapat dukungan politik dan moral dari negara besar seperti Inggris," ujar pengamat politik senior yang juga dosen senior
jurusan Hubungan International President University, Muhammad AS Hikam
(Sabtu, 4/5).
Hikam mengakui Pemerintah dan Kerajaan Inggris tidak mengakui OPM dan kegiatan tersebut hanya inisiatif organisasi masyarakat sipil, aktivis HAM, dan lain-lain. "Namun para pendukung OPM baik di luar maupun di dalam negeri akan mengkapitalisasi peristiwa ini," ungkap Hikam.
Ironisnya Presiden SBY baru beberapa bulan lalu, tepatnya awal November 2013, mendapat gelar gelar penghormatan Knight Grand Cross in The Order of The Bath dari Kerajaan Inggris.
Begitu pula, perusahaan minyak dan gas raksasa Inggris, British Petroleum (BP), memperoleh kontrak besar untuk eksplorasi dan eksploitasi di Tangguh, Papua.
Karena itu, hemat Hikam, pembukaan kantor perwakilan itu adalah bukti kesekian kalinya bahwa Kemenlu dan diplomat RI tak memiliki kemampuan yang memadai dalam diplomasi publik di Eropa, termasuk di Inggris. "Selama impotensi dalam diplomasi publik itu dibiarkan, maka kampanye model OPM ini akan makin marak di negara-negara lain di Eropa," tandas Hikam.
[zul]
BERITA TERKAIT: