RMOL. Industri nasional bidang tembakau yang ada di Indonesia masih memerlukan tembakau dan industri tembakau sebagai produk yang harus dipertahankan. Untuk itu, pemerintah mutlak melindungi keberlangsungan industri nasional tembakau melalui regulasi.
"Pemerintah harus bersinergi dengan DPR dan pemangku kepentingan terkait untuk mendorong RUU Pertembakauan sebagai bukti konkret keberpihakan pemerintah terhadap petani tembakau dan industri tembakau nasional," kata peneliti senior Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI), Prof. Kabul Santoso dalam keterangan persnya, Sabtu (27/4).
Data MPKKI menyebutkan, di Indonesia terdapat 20 daerah/propinsi yang menjadi sentra penghasil tembakau yang oleh banyak masyarakatnya dijadikan sebagai sumber penghidupan. Fakta ini tentu harus dibarengi adanya serapan industri untuk bahan baku industri rokok. Padahal, menurut Kabul, Konstitusi kita sudah mengatur secara tegas sebagaimana dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 4 yang menyebutkan "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional".
"Agak aneh, sebagai negara produsen rokok terbesar, negara pemasok bahan baku tembakau, dan kretek yang berbahan baku lokal tapi produk asli Indonesia dibunuh sendiri oleh pemerintah melalui PP 109/2012," ujarnya.
MPKKI beberapa waktu lalu melakukan studi banding ke beberapa negara penghasil tembakau, antara lain ke Jerman, Amerika Serikat (AS), Jepang, dan China. MPKKI melihat langsung bagaimana praktik pertembakauan di sana. Kata Kabul, China memiliki UU yang mengatur pertembakauan. Kita tahu perokok di China sekitar 390-an juta manusia, dan China sudah mengaksesi FCTC. Tetapi China adalah negara yang masih melindungi industri rokok dalam negerinya, hal ini dilakukan untuk memberikan pemasukan kas negaranya.
Kabul menambahkan, AS adalah negara yang tidak pernah mengaksesi FCTC, namun AS hanya tanda tangan FCTC. Negara-negara tersebut, ungkap Kabul memproteksi keberlangsungan industri rokok untuk memberikan keuntungan bagi masyarakat. Kabul berpendapat, industri nasional bidang tembakau adalah industri yang mempekerjakan banyak orang (padat karya). Sebagaimana semangat pembangunan Presiden SBY yaitu pro poor, pro job, and pro growth.
Di lain sisi, pemerintah membunuh keberlangsungan industry nasional bidang tembakau lewat regulasi PP 109/2012. Kabul mempertanyakan kesiapan pemerintah terhadap dampak ekonomi sosial. Apakah pemerintah siap dengan dampak ekonomi sosialnya? Apakah pemerintah mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk sumber daya manusia yang banyak?
"Jangan hanya karena disindir teman-teman negara lain karena Indonesia tidak mengaksesi FCTC, lalu pemerintah Indonesia memaksakan kehendaknya untuk membunuh petani tembakau dan industri nasional bidang tembakau yang selama ini memberikan sumber penghasilan masyarakat dan pendapatan negara," tegasnya.[dem]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: