"Inilah yang disebut oligarki kekuasaan, dimana kekuasaan menumpuk pada satu keluarga atau kelompok. SBY sedang berupaya mencari insentif elektoral lewat kapitalisasi politik," kata analis politik dari Universitas Paramadina, Mohamad Ikhsan Tualeka, Jumat (19/4).
Menurut dia, untuk kepentingan mengamankan kekuasaan politik, SBY sama sekali tak peduli dengan citra buruk menjadikan Hatta yang merupakan ketua umum PAN dan besannya itu rangkap jabatan di kabinet. Kepentingan SBY yang utama bukan lagi citra, tapi bagaimana mengamankan kekuasaan di sisa dan setelah masa pemerintahannya berakhir nanti.
"Pengangkatan Hatta bisa jadi celah menggerogoti citra SBY. Tapi karena sudah kalap atau gelap mata bagaimana cara mengamankan kekuasaan politiknya, SBY perlu mengkondisikan kekuasaan tak terbagi ke orang lain. Kekuasaan didistribusikan ke orang-orang terdekatnya, sekalipun harus rangkap jabatan," kata Ikhsan.
Ikhsan mengingatkan selaku kepala negara dan pemerintahan, SBY harus mengutamakan kepentingan negara dan bangsa di atas kepentingan pribadi, keluarga besar atau kelompoknya. Bukan di permukaan tampil santun dan ramah tapi tindakannya keji dan jahat. Jadi mestinya, SBY mempertimbangkan efektivitas kerja kabinet dan kepentingan negara dalam mengangkat menteri keuangan yang baru.
"Sangat ironis, di sisa akhir kekuasaan SBY meninggalkan catatan dan warisan tidak positif bagi demokrasi di Indonesia. SBY mewariskan karetel dan oligarki politik. SBY bukan negarawan," demikian Ikhsan.
[dem]
BERITA TERKAIT: