Hal ini terbukti dengan adanya kabel telekomunikasi salah satu jaringan komunikasi terputus karena tersangkut jangkar kapal minyak antara Pulau Bangka dan Batam. Kabel bawah laut yang putus ini merupakan rute utama jaringan internet salah satu provider ke Singapura sebelum menuju lingkup global. Di saat yang hampir bersamaan, backup jaringan yang melalui Sumatra, baik jalur timur maupun barat, juga mengalami gangguan.
"Ini bukti pemerintah kurang paham dan tidak mau peduli dengan penataan kabel bawah laut yang semrawut. Kejadian kali ini akan berdampak buruk bagi ekonomi dan sistem telekomunikasi. Kejadian ini bisa terjadi, karena kabel bawah laut tidak di tata secara serius," kata Direktur Eksekutif IMI, Y Paonganan, beberapa saat lalu (Rabu, 27/3).
Ongen, biasa Paonganan disapa, menyebutkan bahwa amburadulnya alur kabel dan pipa bawah laut ini karena sampai saat ini belum ada regulasi yang ketat. Kementerian Kelautan Perikanan sebagai salah satu yang berperan untuk mengatasi ini terkesan abai dan hanya sibuk mengurusi ikan dan terumbu karang, sementara pemahaman tentang kelautan masih sangat dangkal.
Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perhubungan khusunya Perhubungan Laut pun belum memikirkan hal ini dengan serius. Pemasangan kabel dan pipa bawah laut harus di tata dan tentunya perlu tertuang dalam RUU Kelautan yang akan dibahas DPR," kata Ongen
Masih kata Ongen, Kementerian ESDM dan Kementerian Kominfo sebagai lembang negara yang banyak berkaitan dengan penggunaan pipa dan kabel bawah laut juga cenderung tidak mau peduli. Ini semakin memperjelas bahwa bangsa ini masih sangat kental dengan paradigma daratan. Laut hanya dianggap sebuah wadah yang bisa digunakan seenaknya, padahal negara ini terdisi atas 2/3 lautan yang didalamanya tersimpan banyak manfaat, dan bila dikelola dengan baik akan mampu menjadikan negara Indonesia
super power.
"Jika pemasangan pipa atau kabel bawah laut salah penempatan ini sangat berbahaya. Kalau salah dampak negatifnya sangat besar. Contohnya, apalagi jika pipa bawah laut bocor pengaruhnya akan terasa langsung pada kehidupan ikan dan ekosistem yang ada di sekitarnya," ungkapnya.
Ongen pun menyesalkan pemahaman kelautan bangsa ini sangat minim, sementara riset-riset kelautan tidak pernah mendapatkan perhatian yang serius, bahkan jadi anak tiri. Ironisnya, justru negara asing yang banyak melakukan riset di laut Indonesia, sehingga data-data dan potensinya lebih banyak dikuasai asing.
"Hal ini makin membuat bangsa ini gagap laut. Hal ini harus segera di hentikan, perubahan paradigma berfikir bangsa ini harus segera di rubah sebelum tenggelam karena kita tidak mampu mengurus anugrah Tuhan yang telah memberikan begitu limpahnya kekayaan laut, udara dan daratan," demikian Ongen.
[ysa]
BERITA TERKAIT: