Tampil dengan kemeja putih bersih dibalut setelan jas warna gelap dipadu dasi merah marun, DR Rizal Ramli siang itu jadi bintang. Sarasehan Nasional yang digelar Nasional Demokrat (Nasdem) bertajuk 'Restorasi Indonesia Menuju Indonesia Baru’ di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (6/12), jadi meriah. Tepuk tangan berkali-kali membahana di sela-sela pidato yang disampaikan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.
19 menit (satu menit lebih cepat dari alokasi waktu yang diberikan moderator) dihabiskan Rizal Ramli di atas podium berlogo Nasdem. Meski singkat, paparann itu benar-benar mampu menyedot perhatian tidak kurang dari 300 audien yang memadati Sumba Room Hotel Borobudur. Uraian dan analisisnya atas situasi politik dan ekonomi Indonesia terkini, sangat akurat. Yang lebih penting lagi solusi yang disodorkan atas berbagai problem bangsa ini, meminjam istilah Ketua Ormas Nasdem Surya Paloh, benar-benar bernas.
Sebetulnya tidak mudah memikat atensi audiens di sesi siang. Maklum, perut baru aja diisi dan kenyang setelah makan siang. Ditambah sejuknya pendingin udara, kantuk menjadi momok yang menggelayuti banyak orang. Namun saat Rizal Ramli bicara, tidak seorang pun yang terkantuk-kantuk. Yang terjadi justru sebaliknya, suasana menjadi hangat, bahkan boleh disebut meriah. Bukan cuma tepuk-tangan yang berkali-kali membahana, tapi tawa lepas audien juga seringkali meledak. Ternyata doktor ekonomi lulusan Boston University, Amerika, itu juga mampu mengemas kata-kata jenaka. Tidak mengherankan bila ide dan gagasannya bisa diserap peserta sarasehan dengan mudah dan menyenangkan.
Biografi Gubernur Jenderal Inggris yang pernah bertugas di Malaya dan Hindia Belanda, Raffles, misalnya, ternyata bisa diolah jadi bahan menarik. Dari buku ini, kita tahu Raffles tidak menggunakan bala tentara dengan persenjataan lengkap dan berat untuk menaklukkan Indonesia. Dia justru banyak mengirimkan hadiah berupa barang-barang mewah dan upeti kepada raja-raja Nusantara, khususnya di Jawa.
"Bukan itu saja, Raffles juga mengobral tanda jasa dan gelar kepada para raja dan bangsawan Nusantara. Dengan cara ini, para penguasa lokal itu akan menandatangani apa pun yang diminta Inggris. Yang membuat saya sedih, modus Raflles yang dilakukan pada tahun 1800-an, ternyata sekarang terulang kembali," ujarnya disambut tawa meriah hadirin.
Tumbuh double digit Rizal juga merasa prihatin karena ekonomi Indonesia tidak mampu tumbuh dengan signifikan. Ironisnya, pemerintah justru merasa sangat puas dan bangga dengan angka Pertumbuhan 6%. Padahal, dengan potensi sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang ada, bangsa ini sejatinya bisa tumbuh diatas 10%.
"Jangan berharap Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya dari negara-negara maju kalau tumbuh di bawah 10%, apalagi cuma 6,5%. Kalau mau maju, kita harus mencontoh Jepang yang mampu tumbuh 14% selama belasan tahun setelah kalah perang dunia kedua. Dengan begitu Jepang berhasil mengejar bahkan mengalahkan negara-negara barat. Hal serupa juga terjadi pada China yang bisa terus-menerus tumbuh lebih dari 12% selama 20 tahun hingga menjadi raksasa ekonomi seperti sekarang," ujar tokoh yang menjadi ikon gerakan perubahan ini.
Selain soal pertumbuhan ekonomi yang jauh dari potensi Indonesia sesungguhnya, Rizal Ramli juga bicara soal angka-angka pengangguran. Pendiri lembaga think tank ECONIT ini menyebut statistik pengangguran sebesar 6% yang disodorkan pemerintah sangat ganjil. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata di Eropa yg mencapai 10%. Pengangguran di Spanyol dan Yunani bahkan menembus 25%.
Rendahnya statistik pengangguran di Indonesia tidaklah aneh. Pasalnya, angka itu muncul dari kriteria bekerja yang hanya 1 jam dalam seminggu. Terlebih lagi, survei dilakukan saat panen raya. Padahal, jika mengacu defenisi bekerja di negara-negara lain, yaitu 35 jam per minggu, angka pengangguran Indonesia bisa melejit menjadi lebih dari 30%.
Dalam keprihatinannnya atas kondisi indonesia, sejak beberapa tahun terakhir Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) ini banyak melakukan perjalanan ke pelosok Indonesia. Dalam perjalanan itulah Rizal bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang. Mulai dari supir taksi, tukang ojek, mahasiswa, buruh, petani, hingga kalangan eksekutif yang hidupnya sudah mapan. Pergumulannya dengan segala lapisan itu melahirkan benang merah, negeri ini harus berubah menjadi lebih baik.
Ketika naik taksi dari bandara, misalnya, dia dipaksa terharu karena supir taksinya tidak mau dibayar. "Anggap saja sumbangan saya untuk perubahan. Untuk Indonesia agar menjadi lebih baik," kata supir taksi yang rupanya mengetahui sepak terjang dan keberpihakan Rizal Ramli terhadap rakyat dan bangsa ini.
"Pak Ramli, saya insinyur yang bekerja di perminyakan lepas pantai. Kehidupan keluarga saya lebih dari cukup. Tapi saya tidak terima kalau Indonesia seperti sekarang. Saya titip Indonesia kepada pak Rizal," ujar pekerja tenik perminyakan yang mencegatnya di bandara ketika akan pulang dari Surabaya.
"Saya kira kita semua yang di sini tidak bertanggung jawab jika mengabaikan keinginan dan mimpi sopir taksi, pekerja teknik, dan banyak rakyat Indonesia lainnya yang memimpikan Indonesia yg lebih baik. Kita harus perjuangkan perubahan. Hanya dengan perubahan, Indonesia akan menjadi lebih baik," pungkasnya sebelum meninggalkan podium, yang disambut dengan tepuk tangan meriah hadirin. [dem]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: