Menanggapi persoalan itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) angkat bicara. Ketentuan yang berubah dalam proses pendaftaran dan verifikasi parpol oleh KPU, khususnya mengenai pengisian sistem informasi parpol (sipol), justru akan menjadi permasalahan bagi parpol.
Mestinya, KPU sebagai lembaga struktural membagi beban tahapan pendaftaran sampai verifikasi kepada KPUD provinsi dan kabupaten. Untuk apa 10 dokumen dari daerah harus dikirim dari kecamatan ke kabupaten dan dilanjutkan ke pusat? Hal itu jelas merepotkan luar biasa. Misal, ada dokumen pernyataan keterwakilan perempuan 30 persen dari sebuah kabupaten yang tidak lengkap, maka DPP harus minta DPC bersangkutan membuat dan mengirimkannya lagi ke Jakarta.
"Mekanisme verifikasi yang sekarang ini dipolakan justru menambah persoalan," ungkap Sekjen PPP, M.Romahurmuziy, kepada wartawan, Kamis siang (11/10).
Romy mengatakan, pengisian sistem informasi parpol tidak dikenal dalam UU 8/2012. Ia berpendapat, seharusnya tugas memasukkan data adalah kewajiban penyelenggara pemilu, bukan kewajiban peserta pemilu.
"Jangankan aparat partai, PNS saja di daerah belum tentu semua melek komputer untuk menginput data Sipol. Kami sudah menyampaikan keberatan, tapi KPU bergeming," sesal Romy.
Ia memberikan masukan, akan lebih efektif apabila dokumen tetap di daerah, didaftarkan ke KPUD, dan diverifikasi oleh KPUD. KPU pusat tinggal menerima laporan saja.
[ald]
BERITA TERKAIT: