Ditegaskan, pemberitaan tersebut salah besar.
Dijelaskan Yusuf, PPATK membuat data statistik pada Agustus ini. Hasilnya, seluruh transaksi yang terjadi di setiap provinsi memang transaksi yang mencurigakan di wilayah DKI Jakarta cukup tinggi, mencapai 46 persen. Namun begitu, data tersebut tidak mencerminkan lembaga resmi Pemprov DKI Jakarta.
"Itu tidak mencerminkan transaksi orang-orang atau pribadi di Pemprov DKI Jakarta, tetapi transaksi-transaksi yang terjadi di wilayah hukum DKI Jakarta. Jadi tidak melulu mengarah pada orang Pemda DKI," terang dia seperti dikutip dari
berita8.com, Rabu (29/8).
Kenapa transaksinya tinggi? Pertama, kata Yusuf, karena Jakarta merupakan kota yang mempunyai transaksi perputaran uang yang tinggi. Kedua, Jakarta adalah pusat bisnis. Ketiga, Jakarta merupakan pusat pemerintahan. Keempat, anggaran DKI Jakarta memang cukup tinggi dibanding daerah lain.
"Coba Anda bandingkan dengan anggaran di Provinsi Babel, kan tidak banyak," tandasnya.
Provinsi Babel sendiri, dari data statistik PPATK tersebut, menempati urutan terakhir diantara provinsi di Indonesia dengan persentase 0,1 persen.
[dem]
BERITA TERKAIT: