Menilik Muasal Masjid Keramat Luar Batang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Jumat, 03 Agustus 2012, 12:15 WIB
<i>Menilik Muasal Masjid Keramat Luar Batang</i>
ist
rmol news logo Bulan Ramadhan adalah momentum tepat bagi warga Jakarta untuk mengenal lebih dekat sejarah keislaman di kotanya. Salah satu cara yang paling mengasyikkan adalah berwisata religius mengunjungi masjid-masjid bersejarah yang usianya ada yang sudah berabad-abad lamanya.

Sejarah pendirian dan riwayat pembangun masjid menjadi salah satu yang menarik untuk diselami. Selain pula, arsitektur bangunan beberapa masjid yang mencerminkan pencampuran kebudayaan warga Jakarta zaman dulu.

Di kesempatan pertama, kami mengajak Anda melongok ke Masjid Keramat Luar Batang, salah satu lokasi wisata edukasi religius di kota administratif Jakarta Utara. Tepatnya, di Jalan Luar Batang V No. 1, Kecamatan Penjaringan.

Mudahnya, bila kita mengambil arah dari Jakarta Barat berangkat dari Jembatan Besi tinggal lurus saja sekira 4 kilometer sampai ketemu pusat perbelanjaan Mal Emporium Pluit. Setelah lampu merah, belok kanan, dari sana Anda akan melihat plang penunjuk yang mengarahkan kita ke Masjid Keramat Luar Batang. Bila tidak macet, perjalanan bisa ditempuh dengan waktu kurang lebih satu jam.

Berkunjung ke Masjid Keramat Luar Batang tentu bukan hanya untuk menunaikan ibadah shalat. Napak tilas plus berziarah ke makam Habib Husein menjadi agenda rohani lain yang tidak kalah penting.

Lengkapnya bernama Habib Husein Al Habib Husein bin Abubakar Abdillah Al Adyrus. Dia adalah seorang tokoh spiritual yang memiliki andil besar dalam pendirian Masjid Keramat Luar Batang. Dari berbagai sumber diketahui bahwa beliau adalah putra dari salah seorang pemintal benang yang lahir di Hadramaut, Yaman Selatan. Sejak muda ia memiliki jiwa kepedulian terhadap lingkungannya.

Sesampainya di Batavia pada 1736, selain berdagang, Habib Husein juga mengajarkan agama kepada banyak orang. Dan entah kenapa dakwahnya membuat penguasa Batavia saat itu, VOC, ketar-ketir. Konon, Habib Husein dikabarkan memiliki kepandaian meramal, dan selain itu punya nyali besar.

Tokoh masyarakat setempat, Haji Jaelani atau akrab disapa dengan Haji Lani, mengisahkan legenda kedatangan Habib Husein. Pertama kali menginjakkan kakinya di tanah Jakarta, konon tubuh sang Habib penuh sisik seperti ikan dan banyak warga yang enggan berkomunikasi dengannya karena merasa jijik dan percaya bahwa sang Habib adalah makhluk terkutuk, pasalnya dahulu kala masyarakat masih percaya dengan hal-hal mistik.

"Beliau mendapatkan kendala karena warga menolaknya, namun ada satu warga yang mau menerimanya dengan ikhlas namanya adalah Abubakar,” ujar Haji Lani kepada JakartaBagus.Com.

Kini, makam Abubakar dapat ditemukan bersebelahan dengan makam Habib Husein di area Masjid Kramat Luar Batang. Sampai saat ini makam masih ramai diziarahi oleh warga, bahkan tokoh-tokoh politik Jakarta. Beberapa pejabat Gubernur DKI Jakarta yang pernah berziarah ke Makam Habib Husein ini seingat dia adalah Wiyogo Atmodarminto, Soerjadi Soedirja, Sutiyoso, dan Fauzi Bowo.

Kembali ke kisah dakwah Habib Husein, para pejabat Belanda khawatir kharisma Sang Habib mengancam stabilitas dan mampu memimpin pemberontakan. Habib Husein kemudian ditangkap dan ditahan pihak Belanda, tapi tak lama. Diduga, alasan Belanda melepaskannya dari sel karena tidak mau berurusan lebih jauh dengan kesaktian ilmu Habib Husein.

Untuk meredam kemarahan Habib Husein, Gubernur Batavia kala itu memberinya uang dan sebidang tanah. Hal itu juga sebagai upaya diplomasi VOC untuk menjaga hubungan baik dengan tokoh masyarakat saat itu. Tapi, uang "suap" itu ditolak mentah-mentah oleh Habib Husein. Dia berang. Konon lagi, oleh Habib Husein uang itu dibuang ke laut, yang menurut cerita orang-orang tua segepok uang tersebut dibawa oleh air sampai ke ibunya di Yaman.

Bagaimana dengan tanahnya? Lahan itu digunakan untuk membangun surau, yang diperkirakan berdiri pada 1739. Sejak itu kegiatan dakwah semakin menemukan jalannya. Mengikuti pergantian zaman, surau tersebut bermetamorfosis menjadi masjid yang hingga kini masih berdiri kokoh.  Masjid didirikan oleh Habib Husein dan para pengikutnya untuk media dakwah sekaligus pusat perdagangan di pesisir kota Batavia. Dahulu, Jakarta Utara memang dikenal sebagai pusat perdagangan, tepatnya di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Habib Husein pula yang berperan besar dalam terbangunnya komunitas Kampung Luar Batang. Beberapa warga sekitar masjid yang ditemui memberikan sepotong demi sepotong kisah yang kalau disatukan demikian bunyinya. Ketaqwaan Habib Husein kepada Allah SWT dan niat kuatnya membentuk komunitas yang bertoleransi telah mengubah kampung sekitar masjid menjadi tenteram. Penduduknya kebanyakan orang Jawa, namun tidak sedikit pula para perantau dari Makasar dan Sumatera.

Nama Luar Batang sendiri berasal dari sebuah peristiwa yang sulit diterima oleh akal sehat. Kisahnya seputar pemakaman jenazah Habib Husein yang wafat pada 17 Ramadhan 1169 H, atau tanggal 24 Juli 1756 M.

Kembali Haji Lani menuturkan, aturan pada masa itu mewajibkan semua warga non-pribumi dimakamkan di kawasan Tanah Abang (kuburan Belanda). Habib Husein bukan warga pribumi, maka pada masa itu harus dimakamkan di daerah Tanah Abang (kuburan para Londo).

Massa pengikutnya bersama warga umum mengarak kurung batang jenazah dari tempat dia tinggal menuju Tanah Abang yang tentu saja jaraknya amat jauh. Mengejutkan sekali, ketika sampai di lokasi makam, saat jenazah mau dimasukkan ke liang lahat, kurung batang yang dibuka ternyata kosong. Kepanikan menghantui hampir seluruh peziarah yang memadati kompleks makam.

"Sang mayat keluar dari kurung batang!!!" demikian teriakan para pengantar jenazah. Akhirnya, para peziarah memutuskan untuk kembali lagi ke rumah almarhum dan  sesampainya di masjid benarlah para pengikutnya menemukan mayat Habib Husein masih berdiam di sana.

Masyarakat memutuskan untuk mengantar jenazah kembali ke pemakaman Tanah Abang. Perjalanan jauh kembali ditempuh. Dan lagi-lagi, saat membuka kurung batang tubuh Habib sudah lenyap. Massa semakin panik. Mereka memutuskan kembali ke masjid dan memang menemukan jenazah Sang Habib tergeletak seperti semula.

"Kalau sekali lagi jenazah Habib Husain keluar dari kurung batang, itu artinya beliau tidak mau dikuburkan disana," begitu kata Haji Lani.

Saat diantar ke Tanah Abang untuk yang ketiga kalinya ternyata benar bahwa jenazah tidak lagi ditemukan di kurung batang.

Warga yang kembali ke kaampung mereka, akhirnya memutuskan untuk menguburkan Habib Husein di halaman masjid yang sekarang bernama Masjid Kramat Luar Batang.

Dari legenda itulah kemudian lambat laun banyak warga menyebut daerah itu dengan Kampung Keramat Luar Batang. Sebetulnya, masih banyak lagi kisah rakyat yang dapat digali dari sejarah Masjid Keramat Luar Batang. Kini, makam Habib Husein dapat ditemukan di lingkungan Masjid Keramat Luar Batang, berdampingan dengan makam muridnya. Makam ini sudah di ziarahi oleh puluhan ribu orang yang  hadir untuk mengenang jasa-jasa perjuangan beliau, serta mendoakannya.

Kalau kita masuk dari pintu utama, kita akan langsung masuk ke area makam keramat. Di samping kiri gerbang, terdapat koridor yang langsung menuju areal makam keramat, di sana kita diwajibkan untuk mengambil air wudhu terlebih dahulu dan kalau bisa Anda jangan lewatkan kotak amal yang "meminta" diisi.

Di dalam masjid, terdapat delapan tiang utama, namun tidak sampai menyentuh plafon masjid Tiang-tiang ini dipercaya adalah rancang bangun awal masjid luar jadi masih dipertahankan kedudukannya di masjid yang sudah beberapa kali dipugar oleh Pemprov DKI Jakarta.

Sampai saat ini, daya tarik Masjid Keramat Luar Batang terasa sangat kuat. Bukan saja orang-orang dari perkampungan setempat yang melakukan ibadah dan berziarah, namun banyak mereka yang berasal dari daerah-daerah pelosok Indonesia, bahkan dari negara tetangga di Asia Tenggara dan benua Afrika.

Sayang, masjid berwarna krem dengan dua menara kembar nan runcing menjulang ke atas langit dan terlihat elegan ini, sedikit kumuh di sekitarnya. Rumah-rumah warga saling berdempetan dengan gang-gang kecil padat yang banyak berserakan sampah rumah tangga maupun sampah plastik dan drainase di sana pun bisa dibilang tidak baik. Saluran air dipenuhi sampah, tidak terlihat airnya mengalir. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA