"Suu Kyi pernah mendapat nobel perdamaian karena berjuang mempromosikan demokrasi di negaranya. Mestinya dia juga memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas muslim Rohingya. Jangan hanya diam seribu bahasa," kata Direktur Umum Badan Koordinasi Nasional Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (Bakornas LDMI), Fahmi Dzikrillah, dalam keterangan persnya (Selasa, 31/7).
Tidak hanya bicara, kemarin (Senin, 30/7) Fahmi sudah menggerakkan Bakornas LDMI berdemonstrasi di depan Kedubes Myanmar untuk menyatakan keprihatinan sekaligus protes keras atas pembantaian etnis Rohingya oleh junta militer Myanmar.
Menurutnya, tidak pantas seorang peraih nobel perdamaian lama berdiam diri sementara di sekitarnya ada tragedi pembantaian. Atas dasar apapun, pembantaian terhadap sebuah etnis tidak bisa dibenarkan dan melanggar hak asasi manusia.
Dalam aksi tersebut para demonstran melaksanakan sholat ghaib bagi para korban, yang dilanjutkan dengan tabur bunga di depan kedubes Myanmar sebagai simbol matinya demokrasi di sana.
Dia pun menyampaikan bahwa PBB harus bertindak tegas atas pelanggaran HAM berat yang terjadi di Myanmar.
"Jika PBB tidak bisa berbuat apa-apa atas kejadian di Myanmar, lebih baik bubarkan saja. Berikan sanksi yang tegas kepada Myanmar," serunya.
Pihaknya juga mendesak Pemerintah Myanmar untuk meminta maaf kepada umat Islam di seluruh dunia atas tragedi yang menimpa muslim Rohingya. Kata dia, umat muslim ibarat satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh lainnya pun akan merasakan sakit.
"Kami juga mendesak pemerintah RI untuk bersikap tegas mengecam dan mengutuk insÃden pembantaian di Myanmar. Usir Dubes Myanmar dari Indonesia," protes dia.
Sementara, Rabu pekan lalu, Aung San Suu Kyi akhirnya bersuara juga soal nasib muslim Rohingya, Myanmar. Tapi, pidato pertamanya di depan Parlemen Myanmar itu tak meredakan kekecewaan kepadanya karena dianggap sudah sangat terlmabat dan efeknya tidak signifikan pada perbaikan nasib kaum Rohingya.
[ald]
BERITA TERKAIT: