Meski demikian, kenaikan sejumlah bahan pokok terus terjadi bahkan sebelum pemerintah menetapkan kapan Ramadhan dimulai. Stok cukup untuk melayani permintaan, namun harga terus menanjak. Apakah ada logika yang salah?
"Sebenarnya kalau bicara tentang pangan, pertama harus dijawab adalah benarkah Indonesia anggap pangan dan pertanian strategis? Kalau itu benar, maka harus ada konsekuensi, bukan cuma jargon," tegas pengamat ekonomi senior, Hendri Saparini, dalam diskusi bertajuk "Lagu Lama Harga Sembako" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/7).
Sebagai pengambil kebijakan, pemerintah harus konsisten. Tidak bisa sebuah rezim mengaku perhatian pada pangan masyarakat banyak tapi tak fokus pada strategi dan policy.
"Kita punya 240 juta penduduk, nah itu akan jadi pasar atau tidak? Dari sisi policy, bicara pangan tidak bisa hanya bicara Bulog dan Kementerian Pertanian. Kementerian Perdagangan juga penting. Intervensi harga itu, seperti pajak ditanggung pemerintah, itu sangat minimal. Sokongan pada pupuk belum maksimal," katanya.
Hendri Saparini termasuk pengamat ekonomi yang berkali-kali meneriakkan Bulog harus diberi kewenangan untuk bisa menyerap produksi petani semaksimal mungkin, bukan hanya untuk membantu petani meningkatkan kesejahteraannya, tapi juga mengantisipasi krisis pangan akibat perubahan iklim. Bulog harus miliki intervensi terhadap harga pangan baik beras dan non beras. Malaysia yang masih memproteksi 20-an harga bahan pokoknya, patut dicontoh.
[ald]
BERITA TERKAIT: