Gempa bumi berkekuatan 5,1 Skala Richter yang terjadi di kawasan selatan Purbalingga, Jawa Tengah, pada Sabtu dinihari kemarin (14/7) selayaknya mendapat perhatian serius dari semua lembaga yang memiliki hubungan dengan studi dan pemantauan potensi bencana. Getaran gempa tersebut dirasakan cukup kuat di sejumlah daerah di sekitar Purbalingga hingga Kebumen, Cilacap, juga di Ciamis, JAwa Jawa Barat, dan Jogjakarta.
Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB) Andi Arief, mengakui bahwa pengetahuan mengenai potensi gempa bumi di kawasan itu masih sangat terbatas.
"Belum banyak data sejarah kegempaan masa lalu. Hanya sedikit  riset dilakukan di sana baik pada sesar atau patahan maupun di zone subduksi," katanya kepada Rakyat Merdeka Online, Minggu pagi (15/4).
"Juga belum banyak pemantauan yang menggunakan sistem GPS," sambungnya. Â
Mengutip pakar gempa dari Institut Teknologi Bandung (ITB), DR. Irwan Meilono, Andi Arief mengatakan bahwa gempa tersebut terjadi pada zona subduksi, yakni pertemuan antara dua lempeng benua. Namun banyak pihak yang berpekulasi mengatakan bahwa pusat gempa ada di sesar dangkal Kroya.
Spekulasi ini, jelasnya, diakibatkan studi mengenai potensi gempa bumi di kawasan itu yang masih sedikit. Sementara jaringan GPS untuk memantau aktivitas geologis hanya ada di sekitar sesar Opak di Jogjakarta.
"Satu-satunya jaringan yang bisa diharapkan adalah jaringan  kontinu Bakosurtanal (Badan Kordinasi Survei dan Pemetaan) yang  cukup banyak," ujar Andi Arief lagi sambil menambahkan akses ke data dan informasi yang dimiliki Bakosurtanal sangat sulit.
"Dalam waktu dekat kami akan berkordinasi dengan Bakosurtanal agar membuka data untuk kepentingan publik sera kepentingan riset," sambungnya.
Andi berharap semua lembaga yang berhubungan dengan kegempaan seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Riset dan Teknologi, Bakosurtanal, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan GREAT ITB, serta pusat kebumian di UGM, UNDIP dan kampus-kampus lain segera bekerjasama untuk mengidentifikasi, mengukur, dan memantau lewat riset yang lebih serius.
"Kita tahu bahwa Jawa Tengah adalah daerah dengan jumlah populasi yang besar, sehingga gempa bumi berpotensi membahayakan begitu banyak orang," demikian Andi Arief. [guh]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: