"Indonesia harus mengandalkan pasar domestik. Pasar kita terbukti tetap kondusif meskipun krisis melanda pasar global," ujar Ketua Umum Hipmi Raja Sapta Oktohari dalam keterangan resminya terkait persiapan HUT Hipmi yang ke 40 (Kamis, 7/6).
Menurut dia, dengan adanya perlambatan ekonomi dunia, Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan kekuatan dalam negeri. Jadi, investasi di Indonesia jangan hanya mengandalkan Foreign Direct Investment (FDI) saja.
Ia mengatakan, saat ini banyak dana yang mengganggur di perbankan Indonesia. Seharusnya, dana tersebut disalurkan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur dan padat karya. Jika itu bisa dilakukan, Indonesia akan bisa melewati berbagai krisis ekonomi. "Bahkan, Indonesia bisa menjadi salah satu pilar ekonomi dunia."
Selain itu, pemerintah juga diminta untuk meningkatkan kinerja perekonomian nasional. Hal ini untuk menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015. Sebaliknya, jika itu tidak dilakukan, maka Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi produk dari negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
"Tantangan menghadapi AEC 2015 tidak ringan. Ketersedian dan kualitas infrastruktur baik di bidang logistik, energi, listrik dan konektivitas perlu ditingkatkan," kata Okto.
Menurut dia, peningkatan produktivitas dan efisiensi biaya produksi perlu terus dilakukan untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Untuk meningkatkan daya saing, kata Okto, tidak hanya bisa dilakukan oleh pemerintah, tapi harus melibatkan swasta.
"Peran swasta dan pemerintah memang memiliki peran yang berbeda, tapi tujuannya sama untuk daya saing. Swasta fokus terhadap pembenahan kualitas produksi. Sehingga produk dan jasa yang dihasilkan bisa mempunyai daya saing dengan negara Asean lainnya," imbuh dia.
Sebelumnya, Sekjen Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Harry Warganegara mengungkapkan, kegiatan pungli setahun bisa mencapai Rp25 triliun. Angka itu, berdasarkan hitungan Hipmi pada 2010 berdasarkan jumlah kendaraan logistik.
"Untuk 2011 tentu lebih besar lagi seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan logistik," katanya.
Harry mengatakan, saat ini biaya logistik mencapai 20 persen dari biaya cost produksi barang. Padahal, kalau angka tersebut bisa ditekan lagi akan mendukung daya saing produk dalam negeri.
[dem]
BERITA TERKAIT: